Kementan Paparkan Keberhasilan Program Biosekuriti Peternak Babi Skala Kecil untuk Kendalikan ASF
Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Food and Agriculture Organization (FAO) Indonesia menggelar lokakarya diseminasi pelaksanaan Program Community African Swine Fever Biosecurity Interventions (CABI) pada Rabu (17/12/2025), sebagai upaya memperkuat pengendalian Demam Babi Afrika pada peternakan babi skala kecil.
Program CABI merupakan inisiatif Kementan dan FAO Indonesia yang dilaksanakan dengan dukungan pendanaan dari Kementerian Pertanian, Pangan, dan Urusan Pedesaan Republik Korea. Program ini difokuskan pada pengendalian penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever/ASF) pada peternakan babi skala mikro dan kecil melalui penerapan biosekuriti berbasis komunitas di tiga provinsi sentra utama produksi babi, yaitu Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara di tahun 2023-2025, serta sedang berlangsung pada tahun 2025 di Nusa Tenggara Timur.
Pelaksanaan lokakarya ini menurut Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Hendra Wibawa, bertujuan menyebarluaskan pembelajaran, praktik terbaik, serta capaian Program CABI kepada pemangku kepentingan yang lebih luas.
“Lokakarya ini menjadi sarana untuk mendiseminasikan bagaimana Program CABI telah dilaksanakan di lapangan, termasuk tantangan dan keberhasilannya, sehingga dapat menjadi referensi bagi daerah lain,” ujar Hendra.
Hendra menambahkan bahwa melalui diseminasi ini pihaknya berharap pendekatan biosekuriti berbasis komunitas dapat direplikasi sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. “Kami berharap pengetahuan yang dibagikan dalam lokakarya ini dapat mendorong perluasan implementasi Program CABI di wilayah lain di Indonesia,” katanya.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal, menilai Program CABI di Indonesia sebagai praktik baik yang layak disebarluaskan.
“Program CABI menunjukkan bahwa biosekuriti berbasis partisipasi masyarakat dapat diterapkan secara efektif. FAO mendorong negara-negara di kawasan Asia-Pasifik untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam melindungi mata pencaharian peternak babi dari ancaman ASF,” ujarnya.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, lokakarya ini juga menampilkan gallery walk yang memamerkan dokumentasi dan hasil pelaksanaan Program CABI di ketiga provinsi. Melalui kegiatan tersebut, peserta dapat melihat secara langsung praktik biosekuriti yang diterapkan peternak serta proses pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan mitra program.
Kegiatan ini juga menghadirkan sesi pertukaran pengalaman implementasi daerah pelaksana program CABI yang salah satunya disampaikan oleh Perwakilan Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat, Ahmad Mike Ariyanto, menyampaikan bahwa Program CABI membawa perubahan nyata dalam respons peternak terhadap penyakit ASF.
“Setelah adanya pelatihan, peternak menjadi lebih sadar dan cepat melaporkan jika ada indikasi penyakit. Komunikasi dengan petugas semakin baik sehingga penanganan dapat segera dilakukan,” jelasnya.
Diharapkan program CABI di Nusa Tenggara Timur dapat sukses berjalan seperti di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara, terus mendampingi konsistensi kelompok ternak penerima program CABI, serta mendorong adanya replikasi wilayah sentra peternakan babi lainnya secara swadaya masyarakat, melalui pendanaan Pemerintah, dan mitra Pemerintah.