Satu-satunya Negara di Asia Tenggara, Indonesia Bagikan Pengalaman Kendalikan PMK di Konferensi Swiss
Jakarta - Indonesia menjadi satu-satunya perwakilan negara anggota World Organization for Animal Health (WOAH) di kawasan Asia Tenggara yang diundang menjadi salah satu narasumber pada diskusi Global Conference on Biological Threat Reduction, di Geneva-Swiss yang berlangsung, 28-30 Oktober 2025.
Acara konferensi dibuka oleh Direktur Jenderal WOAH, Emmanuelle Soubeyran, yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari berbagai sektor yaitu perwakilan negara anggota WOAH; sektor kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, penegakan hukum, keamanan dan Interpol, organisasi internasional dan regional, mitra investasi dan pembangunan, perwakilan sektor swasta dan industri, penelitian, dan akademisi.
Melalui konferensi ini diharapkan mendapatkan perkembangan isu terkait ancaman biologik, teridentifikasinya kesenjangan, mengantisipasi risiko masa depan, dan mengidentifikasi area baru untuk tindakan perbaikan kewaspadaan terhadap ancaman biologis ditingkat regional dan global.
Direktur Kesehatan Hewan, Hendra Wibawa, sebagai perwakilan Delegasi Indonesia yang diundang untuk menghadiri konferensi WOAH, menjadi narasumber pada hari pertama konferensi disesi ke 2 dengan topik The biological threat landscape – drivers, current challenges and the future, mempresentasikan materi dengan judul Understanding the Drivers of Foot and Mouth Disease Spread: The Indonesian Experience.
Dalam kesempatan tersebut, Hendra membagikan pengalaman, bagaimana introduksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ke Indonesia pada tahun 2022, faktor risiko yang mendorong terjadinya introduksi, tantangan dan pembelajaran. "Ancaman agen penyakit hewan adalah nyata menjadi salah satu ancaman biologis bagi suatu negara yang sebelumnya bebas dari suatu penyakit," ujar Hendra dihadapan lebih dari 400 peserta diskusi Global Conference, Selasa (28/10/2025)
Dalam kegiatan ini, Indonesia mengambil manfaat, antara lain menjalin komunikasi dengan para ahli dibidang ancaman biologis serta bagaimana seharusnya negara menyikapi ancaman biologis yang bahkan dapat berpotensi menjadi agro-terrorism dan agro-crime.