Wamen Faisol: Kementan Jaga Pasokan Pangan, Kemenperin Kuatkan Industrinya
Yogyakarta — Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menegaskan bahwa penguatan industri pangan nasional tidak cukup bertumpu pada peningkatan produksi, tetapi harus disertai kepastian pasar, baik pasar dalam negeri maupun ekspor. Kepastian permintaan dinilai menjadi prasyarat utama agar hilirisasi industri berjalan efektif dan berkelanjutan.
“Pemerintah harus hadir menyiapkan pasar, baik domestik maupun ekspor. Hilirisasi tidak akan berjalan optimal kalau tidak ada demand (red: permintaan) yang jelas. Demand inilah yang akan menggerakkan industri dari hulu sampai hilir,” ujar Wamen Faisol saat memimpin diskusi dalam forum KAGAMA–UGM Policy Dialogue di Kantor Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Sabtu (13/12/2025).
Wamen Faisol menilai struktur usaha pangan yang masih didominasi skala kecil menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi kebijakan.
“Usaha kecil yang tidak terkonsolidasi akan sulit dikembangkan. Kalau volumenya besar dan terkonsolidasi, akan jauh lebih mudah dikontrol, dikelola, dan didistribusikan,” katanya. Karena itu, ia menekankan pentingnya kemudahan pembentukan dan penguatan koperasi serta unit usaha bersama.
Ia juga mendorong peran aktif perguruan tinggi dalam memperkuat basis kebijakan industri pangan. Wamen Faisol berharap UGM berkontribusi melalui riset pasar dan riset permintaan, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.
“UGM kami harapkan membantu melakukan riset demand secara konsisten. Kalau riset pasar ini kuat dan berkelanjutan, saya yakin Indonesia mampu menyuplai bahan baku industri dalam negerinya dan untuk ekspor,” ujarnya.
Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan komitmennya menjaga pasokan pangan nasional. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda menekankan bahwa penguatan protein hewani harus berjalan seiring dengan stabilisasi harga dan pemerataan distribusi.
“Riset UGM menunjukkan dengan sangat jelas bahwa konsumsi protein hewani bisa menurunkan prevalensi stunting secara signifikan, tetapi akses dan keterjangkauannya masih menjadi tantangan. Di sinilah peran pemerintah untuk memastikan pasokannya cukup, harganya stabil, dan distribusinya merata,” ujar Agung.
Menurut Agung, hasil-hasil riset UGM, termasuk pemetaan risiko penyakit hewan, menjadi landasan penting bagi penyusunan kebijakan Kementan. “Bagi kami, riset bukan sekadar referensi akademik, tetapi bahan kerja konkret—mulai dari penguatan peternak rakyat, pengendalian penyakit hewan strategis, hingga dukungan bagi industri pangan nasional,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Andi Nur Alam menekankan pentingnya ketersediaan bahan baku dan dukungan teknologi untuk memperkuat industri pangan.
“Saya yakin komponen teknologinya sudah siap. Tentunya teknologinya perlu dikembangkan dari hulu ke hilir,” kata Andi. Ia menambahkan, berdasarkan pengalamannya, tantangan pengembangan industri pengolahan kerap berada pada sisi hilir.
Dialog kebijakan ini menegaskan perlunya sinergi antara kementerian/lembaga, perguruan tinggi, dan pelaku usaha agar penguatan industri pangan tidak hanya meningkatkan produksi, tetapi juga membangun ekosistem pasar yang berkelanjutan dari petani dan peternak hingga industri dan konsumen.
“Kami menunggu tindak lanjut di lapangan agar kebijakan ini benar-benar berdampak nyata. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) siap berkolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, dan pelaku industri,” tutup Wamen Faisol.