Kementan dan Swasta Hadirkan Inspirasi di Kampus, Bicara Susu dan Masa Depan Peternakan
- 02 Juni 2025, 22:49 WIB
- /
- Dilihat 316 kali
- /
- adminpemberitaan

Bogor – Bertepatan dengan Hari Susu Sedunia, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Frisian Flag Indonesia (FFI) mengedukasi generasi muda akan pentingnya konsumsi susu dan gizi seimbang dalam gelaran program Goes to Campus di IPB University, Dramaga, Senin (2/6).
Kegiatan ini juga melibatkan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, IPB University, dan para guru besar di bidang peternakan, serta menjadi forum lintas sektor untuk membahas masa depan industri susu, ketahanan pangan, dan regenerasi peternak lokal. Inisiatif ini sejalan dengan komitmen FFI, Kementan, dan para pemangku kepentingan terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) dalam mewujudkan swasembada susu nasional secara berkelanjutan.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Kementan, Nuryani Zainuddin mengungkapkan, Indonesia hingga kini masih menghadapi tantangan besar dalam hal konsumsi susu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi susu nasional hanya mencapai 16,1 liter/kapita/tahun, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN seperti Brunei Darussalam (70 kg/kapita/tahun), Thailand, dan Malaysia.
Pemerintah menargetkan percepatan peningkatan produksi susu segar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sekaligus mendukung Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Prabowo sebagai program prioritas nasional.
“Susu bukan hanya sekadar minuman, tetapi sumber nutrisi penting untuk pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil. Dalam konteks pembangunan SDM, konsumsi susu adalah investasi jangka panjang bangsa,” ujar Nuryani.
Lebih lanjut, Nuryani menyatakan bahwa pemerintah telah menyusun berbagai strategi konkret untuk mendongkrak produksi dan konsumsi susu nasional. Salah satunya adalah program satu juta ekor sapi perah selama 2025–2029, serta percepatan pembangunan 29 lokasi proyek strategis nasional (PSN) untuk pengembangan peternakan sapi perah terintegrasi.
“Kami sudah menerima komitmen dari 196 pelaku usaha untuk menghadirkan hampir satu juta ekor sapi perah dalam lima tahun ke depan. Ini langkah besar menuju swasembada susu nasional pada 2029,” terang Nuryani.
Sejauh ini, realisasi pemasukan sapi perah telah dimulai, dengan 9.736 ekor sapi perah dari Australia yang telah tiba dan mulai didistribusikan ke berbagai wilayah di Indonesia, tidak hanya Pulau Jawa. Kementan juga menggenjot kemitraan antara industri pengolahan susu (IPS) dengan peternak lokal agar tidak ada lagi kasus susu segar yang tidak terserap.
Upaya lainnya yang digalakkan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) antara lain: peningkatan kualitas pakan, digitalisasi peternakan, pelatihan peternak, pengembangan rumah susu untuk pasteurisasi lokal, hingga penerbitan regulasi baru seperti Rancangang Peraturan Presiden (RanPerpres) Percepatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN).
Salah satu tantangan besar yang dihadapi, menurut Nuryani, adalah rendahnya minat generasi muda menjadi peternak. Oleh karena itu, pemerintah juga mendorong keterlibatan perguruan tinggi seperti IPB University untuk melahirkan SDM unggul dan inovator dalam industri peternakan sapi perah.
“Kita harus ubah persepsi bahwa beternak itu kotor dan tidak menguntungkan. Dengan teknologi modern, peternakan bisa menjadi sektor strategis yang menjanjikan secara ekonomi dan karier,” imbuh Nuryani.
Pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap hilirisasi susu segar melalui inovasi produk olahan dan diversifikasi pasar oleh industri. Perusahaan seperti Frisian Flag Indonesia (FFI) telah digandeng untuk membina peternak lokal dan memperluas jangkauan distribusi susu segar nasional.
Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Widiastuti, menyatakan bahwa pemerintah menyiapkan strategi lintas sektor dengan pendekatan multi dimensi untuk memperkuat ekosistem susu nasional.
“Kami fokus pada edukasi manfaat susu, penguatan peternakan lokal lewat teknologi dan pendanaan, serta diversifikasi produk. Kami juga dorong kemitraan dengan industri dan integrasi dengan program ketahanan pangan,” jelas Widiastuti.
Sementara itu, Epi Taufik, Guru Besar Teknologi Susu dari IPB University, menyambut positif tren munculnya peternak menengah (dengan 50–200 ekor sapi) dan generasi muda yang mulai mengelola usaha sapi perah secara modern. Ia mencatat bahwa meski 85% sapi perah masih dikelola peternak kecil berusia rata-rata 56 tahun, kini mulai tumbuh minat dari anak muda.
“Mereka perlu kita dorong naik kelas dengan dukungan teknologi seperti mesin perah otomatis dan pakan silase, yang terbukti meningkatkan kualitas dan produktivitas susu,” ujarnya. Menurutnya, tren ini perlu ditopang dengan kebijakan dan fasilitasi berkelanjutan agar sektor susu nasional makin kuat dan berdaya saing.
Dalam sesi diskusi, Akhmad Sawaldi, Head of Dairy Development FFI, mengungkapkan bahwa produksi susu dalam negeri saat ini baru memenuhi sekitar 22% kebutuhan nasional.
“Peternakan sapi perah kita masih didominasi peternak rakyat yang menghadapi banyak tantangan, mulai dari akses teknologi, pendanaan, hingga pasar. Karena itu, kami hadir melalui program Dairy Development Program (DDP) dan Young Progressive Farmer Academy (YPFA) untuk mendorong pertumbuhan peternak yang modern dan sejahtera,” ujarnya.
Peternak muda yang berkesempatan ikut serta berhasil menjadi salah satu pemenang dari program YPFA, Tatok Harianto membagikan pengalamannya.
“Bersama FFI, kami belajar teknologi baru, memperluas wawasan, dan melihat potensi peternakan sebagai bisnis masa depan. Kami percaya, menjadi peternak bukan hanya pekerjaan, tapi peran penting dalam menjaga pangan bangsa,” pungkasnya.