Kementan Tanggap Cepat Kendalikan ASF di Papua Tengah
- 11 Desember 2024, 11:51 WIB
- /
- Dilihat 315 kali
- /
- humaspkh

Nabire – Kementerian Pertanian (Kementan) bergerak cepat menangani wabah African Swine Fever (ASF) yang menyebabkan lonjakan angka kematian babi di Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Sejak 11 November 2024, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah mengirim tim ahli ke lokasi terdampak, terdiri dari Tenaga Ahli Menteri, Balai Besar Veteriner Farma (BBVF) Pusvetma Surabaya, serta Direktorat Kesehatan Hewan Jakarta.
Wabah ASF pertama kali terdeteksi di Indonesia pada 2019 di Sumatera Utara dan kini telah menyebar ke 33 provinsi. Di Papua, kasus pertama muncul pada April 2021 di Manokwari, Papua Barat, dan terus menyebar hingga ke Kabupaten Nabire pada Oktober 2024.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Papua Tengah, Frence The Papara, menyebutkan bahwa penyebaran ASF berdampak pada penurunan stok babi secara drastis. Kondisi ini menyebabkan harga daging babi di Nabire melambung hingga Rp250.000 per kilogram, yang turut menyumbang inflasi sebesar 6 persen di wilayah tersebut.
Sekretaris Daerah Nabire, Piter Erari, menjelaskan bahwa Bupati Nabire telah menetapkan status darurat wabah ASF dan membentuk Satgas Penanggulangan Wabah. Satgas ini melibatkan dinas terkait, Satpol PP, hingga Pangkalan Laut TNI AL untuk menangani situasi.
Tenaga Ahli Menteri Pertanian, Hasil Sembiring, mengapresiasi langkah-langkah teknis yang telah dilakukan di lapangan. “Isolasi hewan sakit, penguburan babi mati, serta edukasi kepada masyarakat adalah kunci untuk memutus penyebaran ASF,” ujarnya. Ia juga menegaskan pentingnya sosialisasi agar masyarakat melaporkan kasus baru dan menghindari perdagangan babi yang terinfeksi.
Direktur Kesehatan Hewan, Imron Suandy, menekankan perlunya penerapan biosekuriti yang ketat, disinfeksi dan pembatasan lalu lintas ternak sesuai peta epidemiologi. “Penanganan limbah dan vektor (caplak) di tingkat kandang harus diupayakan, bahkan swill feeding harus dimasak terlebih dahulu untuk membunuh virus, hal sederhana peternak dapat menggunakan pemutih pakaian sebagai bahan disenfektan. Ini langkah penting untuk mengurangi risiko penularan,” jelasnya.
Sebagai bentuk dukungan, Ditjen PKH telah mendistribusikan disinfektan, obat-obatan, vitamin, dan alat penyemprot. BBVF Pusvetma juga mengirimkan 400 vial serum konvalesen ScoVet, dari total kebutuhan 2.500 vial yang akan dikirim secara bertahap.
“Kami mendorong penetapan tanggap darurat di tingkat provinsi agar penanggulangan bisa lebih terkoordinasi,” ujar Imron.
Pemerintah optimistis dengan langkah cepat dan kolaborasi berbagai pihak, penyebaran ASF di Papua Tengah dapat ditekan, sehingga dampak terhadap perekonomian dan ketahanan pangan dapat diminimalkan.