• 13 Juni 2016, 12:57 WIB
• /
• Dilihat 2735 kali

Ternak domba masih menjadi komoditas bisnis yang menarik. Faktanya, di masyarakat ada yang mengembangkan usaha baik beternak, berdagang, mengolah domba, atau mengkombinasikan bisnis dari ketiganya.

Peternak domba di daerah Tarogong Kaler Garut Jawa Barat, Bonny Irvan Faizal berpendapat, banyaknya masyarakat yang berbisnis komoditas domba terutama beternak karena dari sisi modal lebih kecil dibandingkan beternak sapi. Untuk pengembangbiakan atau pembibitan domba pun lebih cepat karena dalam 2 tahun bisa 3 kali beranak dan sekali beranak bisa lebih dari 1 ekor.

Jika dikaitkan dengan pasokan dan permintaan serta harga domba di pasaran saat ini relatif stabil. Pasalnya, harga domba tidak seperti harga sapi yang naik turun karena dipengaruhi impor. “Sebetulnya untuk sekarang permintaan domba naik dan pasokannya juga naik atau melimpah karena peternak domba semakin banyak,” ujar Bonny kepada TROBOS Livestock.

Ia mencontohkan, transaksi dalam satu hari di satu pasar hewan saja terutama di pasar Andir Bayongbong Garut bisa 500 – 600 ekor. “Sekali ada yang beli berangkat ke daerah Jabodetabek (Jakarta Bogor, Depok, Tangerang Bekasi) tidak kurang dari 20 mobil yang mengangkut domba sekitar 20 – 40 ekor per mobil dan setelah ditelusuri dipotong masuk ke warung-warung sate,” ungkap pria yang mulai beternak domba sejak 2009 ini.

 

Garap Nilai Tambah

Tidak puas dengan hanya beternak domba, pria yang memulai bisnis peternakan dengan komoditas sapi potong sejak 1998 ini mulai terjun di bisnis olahan daging domba di 2012. “Sambil jalan dikaji, pasar domba yang bisa dikelola sendiri dari hulu sampai hilir. Akhirnya coba buka warung steak dan sate domba di daerah Cipanas Garut dengan 48 tempat duduk,” ungkap Pemilik Abah Otje Resto & Catering ini.

Ia pun menggaet chef profesional untuk mendapatkan menu-menu yang berbeda dibanding usaha kuliner daging domba yang ada selama ini yang lebih identik dengan sate dan gule domba. Maka muncul variasi menu yang lebih banyak dan lebih inovatif seperti steak domba, domba bakar, domba goreng, dan domba crispy. “Setelah diolah dan dimakan ternyata punya sensasi tersendiri. Dan sepertinya belum ada yang garap secara serius berbagai olahan kuliner daging domba ini,” ungkapnya.

Animo konsumen yang terus meningkat terhadap olahan daging dombanya mendorong Bonny memindahkan lokasi restoran ke tempat yang lebih besar dan masih di daerah Cipanas Garut. Restorannya pun di desain kental nuansa ala country. “Animo konsumen yang tinggi terlihat dari penjualan per hari dan per bulannya. Anggapan daging domba itu bau tidak terbukti setelah diolah oleh kami. Kesadaran konsumen semakin bertambah dan semakin banyak yang dating baik dari dalam maupun luar Garut,” ujarnya.

Bonny mengaku setelah terjun dan menggeluti bisnis kuliner ini ternyata nilai tambahnya lumayan tinggi. Ia mengkalkulasi, dari satu ekor domba harga Rp 1 juta untuk bobot hidup 25 kg di pasar hewan kalau dipotong karkasnya sekitar 12 kg. Kalau diolah dan di potong-potong seperti untuk steak, daging bakar, dan sate ternyata nilai jual dengan harga ke kosumen dari menu yang ada bisa bernilai Rp 2 – 2,4 juta atau nilai tambahnya bisa 2 kali lipat bahkan lebih. “Dari angka itu bersihnya buat kita minimal 40 %,” bisa memotong domba untuk restorannya rata-rata 2 – 4 ekor per hari ini.

 

Sumber: https://www.trobos.com/detail_berita.php?sid=5800&sir=8