malaria-di-awal-kemarau

  • 13 Juni 2016, 13:19 WIB
  • /
  • Dilihat 5755 kali

Penyakit bisa terjadi kapan saja dengan banyak faktor pendukung. Beberapa penyakit ada yang muncul berdasarkan cuaca, bahkan tergantung perkembangan populasi hewan lain sebagai contoh penyakit malaria pada ayam yang disebabkan oleh Leucocytozoon spp.

Ilmuan Kelli Jones bersama timnya menyatakan bahwa Leucocytozoon claulleryi mampu menyerang unggas dengan tingkat kematian yang sangat tinggi. Informasi ini dirilis dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Investigation Into Outbreaks of Black Fly Attacks and Subsequent Avian Haemosporidians in Bacyard-Type Poultry and Other Exposed Avian ApeciesAvian Diseases volume 59, issue 1 bulan Maret 2015. Kelli Jones dkk menyatakan bahwa pada akhir musim semi di tahun 2009 dan 2010, ada laporan wabah yang parah dari lalat hitam di Mississippi, terutama di sekitar sungai Mississippi Delta.

Keluhan lalat hitam yang menyerang beberapa jenis unggas ini menyebabkan angka kematian yang tinggi. Berdasarkan kondisi ini, dia melakukan penelitian. Menurutnya, kematian unggas tersebut tidak semata-mata karena adanya lalat hitam di kandang. “Selain dapat menyebabkan penyakit secara langsung, seperti runtuhnya cardiopulmonary dan reaksi anafilaktoid, lalat hitam juga membawa parasit darah,” tulisnya. Leucocytozoon, lanjutnya, merupakan protozoa darah yang ditemukan setelah memeriksa beberapa sampel di laboratorium. Menurutnya, penelitian yang dilakukan dari Juni 2009 sampai Juli 2012 dengan 1.068 sampel darah individu unggas dari 371 tempat di Mississippi, Alabama, Louisiana, dan Tennessee. Dengan menggunakan analisis smear darah ternyata 26 persen unggas yang diperiksa dinyatakan positif terserang Leucocytozoon spp. Kasus ini juga terjadi di Asia, di antaranya Korea Selatan dan Indonesia.

Di Korea Selatan, protozoa darah ini juga diketahui telah menyerang broiler. Seperti yang dirilis oleh Dong-Hun Lee dkk dalam “Diagnosis of Leucocytozoon claulleryi Infection in Commercial Broiler Breeders in South KoreaAvian Diseases volume 58, issue 1, Maret 2014. Menurutnya, ada laporan yang menegaskan terjadinya wabah Leucocytozoon caulleryi terhadap broiler komersial di negara ini. Bedah bangkai yang dilakukan pada broiler berumur 18 hari dengan riwayat depresi, kematian mendadak dan perdarahan subkutan yang terjadi pada sayap, kaki, dada, otot paha, timus, epikardium, pankreas, dan ginjal. Lalu, pemeriksaan lanjutan dilakukan di laboratorium histopatologi dengan mengambil sampel dari beberapa organ seperti jantung, limpa, hati, ginjal, timus, dan bursa Fabricius dan ditemukan banyak skizon dan merozoits dari Leucocytozoon spp. Kesimpulan ini diperkuat dengan analisis molekuler dari mitokondria sitokrom oksidase B bahwa agen penyebab adalah Leucocytozoon caulleryi.

 

Masih mengancam

Dari hasil analisa beberapa ilmuan di atas, tentunya tidak bisa dipungkiri bahwa Leucocytozoon claulleryi (L. claulleryi) masih menjadi ancaman untuk kesehatan ayam secara global dan tidak tertutup kemungkinan kejadian tersebut terjadi di Indonesia. Jika dilihat dari sejarah perkembangan penyakit ini di Indonesia, bahwa terhitung sejak Agustus 1994 wabah malaria ini terjadi pada broiler di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penyebarannya begitu cepat, dari data yang pernah dilansir oleh Julianti dkk (1995) bahwa pada bulan November 1994 malaria sudah menyebar ke Jakarta dan Yogyakarta pada layer.

Informasi penyebaran penyakit ini juga pernah dilansir oleh Info Medion Online dalam “Waspada Outbreak Leucocytozoonosis” edisi Oktober 2010. Medion merilis bahwa kejadian Leucocytozoonosis (malaria) dengan berbagai tingkat keparahan yang berbeda telah muncul di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan di tahun 2007 dan daerah ini menjadi wilayah yang berstatus endemik kasus malaria. Serangan L. claulleryico ini terus terjadi. Berdasarkan data tenaga lapangan Medion (2010) merilis bahwa kasus ini masih sering ditemukan di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 2009 sampai pertengahan 2010.

Selanjutnya perkembangan penyakit malaria pada broiler periode Januari hingga Agustus 2012 yang dirilis oleh Technical Support (TS) Medion menduduki peringkat ke-8 dari total 17 kasus penyakit yang terjadi di lapangan. Tentu informasi ini menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pelaku bisnis perunggasan (peternak) untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap serangan penyakit malaria ini dengan cara mempersiapkan obat dan menyusun perencanaan pencegahan dengan memahami faktor penyebab terjadinya kasus ini di peternakan.

 

Waspada kemarau

Tentu kita sepakat bahwa serangan penyakit tidak akan terjadi begitu saja dan ini juga berlaku terhadap kasus penyakit malaria pada ayam. Banyak faktor pendukung yang mempengaruhi penyebaran penyakit malaria, salah satunya perubahan cuaca (musim).  Menurut Wiryawan (2001) yang dikutip dari tulisan Riza Sinulingga dkk dalam “Dinamika Perkembangan L. caulleryi dalam Darah Perifer Ayam Potong” J. Sain Vet. XXII (1) tahun 2004 menyatakan bahwa kejadian malaria mulai menunjukkan peningkatan saat memasuki musim peralihan, yakni dari musim hujan ke musim kemarau. Jika dilihat dari Info Medion edisi Oktober 2010 bahwa berdasarkan data tenaga lapangannya pada tahun 2009, persentase kejadian malaria pada layer dan broiler tertinggi terjadi pada bulan Februari, Mei dan Juni yaitu mencapai 14,29 persen dan Medion juga merilis bahwa tingginya kasus ini pada bulan Mei dikarenakan awal musim kemarau jatuh pada bulan ini, untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Bagaimana pada tahun ini, perubahan musim hujan ke musim kemarau tentunya akan terjadi di beberapa daerah. Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya kepada salah satu media online pada hari Rabu (4/3) menyatakan bahwa kemarau di Jakarta akan diperkirakan terjadi pada awal bulan April. “Secara berangsur-angsur di sebagian besar pulau Sumatera, kemarau akan mulai terjadi awal Juni,” kata Andi. Ia mengatakan sebanyak 29,8 persen wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan atau kemarau pada April 2015, lalu 28,9 persen pada Mei dan 24,6 persen pada Juni.

Menyikapi kondisi ini, beberapa pelaku bisnis perunggasan (peternak) broiler maupun layer telah menyusun perencanaan untuk mencegah “hantaman” penyakit malaria. Tak tertutup kemungkinan ada beberapa peternak yang belum mempersiapkan diri dan diharapkan untuk terus waspada. Walaupun hanya ada dua jenis Leucocytozoon spp. yang ditemukan di Indonesia yaitu L. caullervi dan L. subruzesi (Soekardono, 1980), tidak bijak jika kasus ini diabaikan begitu saja. Menurut Lilis Solihat dalam artikelnya yang berjudul “Proses Pemeriksaan Sampel Penyakit-Penyakit Parasit Darah di Laboratorium Parasitologi BALITVET” pada temu teknis fungsional non penelitian tahun 2002 menyatakan bahwa protozoa darah ini merupakan jenis parasit darah yang sangat merugikan ayam. “Penurunan produksi telur, kekerdilan dan kematian merupakan dampak yang akan terjadi, jika malaria dibiarkan menyerang ayam,” tulisnya.

Lilis juga menyatakan bahwa penyakit ini bisa menyebar melalui lalat. Ayam yang terserang akan memperlihatkan gejala perdarahan, kotoran (feses) berwarna hijau lalu kekurangan darah (anemia) dan akan berujung pada kematian secara mendadak. “Bahkan tanpa ada gejala klinis yang jelas akibat serangan protozoa ini, produksi bisa menurun hingga terhenti,” tulisnya. Menurutnya proses serangan malaria dapat terjadi dalam waktu yang singkat, di mana ayam akan tertular penyakit jika digigit oleh lalat yang di dalam lidahnya mengandung spora dari Leucocytozoon spp. (sporozoit).

 

Sumber: https://www.poultryindonesia.com/?s=maret&paged=5

 

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Provinsi Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset