• Beranda
  • Berita
  • Dirjen PKH Menjadi Narasumber Di Acara Economic Challenges Di Metro TV

Dirjen PKH Menjadi Narasumber Di Acara Economic Challenges Di Metro TV

  • 02 Mei 2016, 10:38 WIB
  • /
  • Dilihat 1540 kali

Jakarta_Isu kartel ayam merebak setelah KPPU menelusuri dugaan kartel dalam perdagangan bibit ayam atau DOC. Berawal dari banyaknya pemberitaan tentang naiknya harga ayam yang signifikan di sejumlah pasar, maka KPPU menelusuri penyebabnya. Dari hasil penelusuran tersebut diperoleh informasi bahwa harga jual DOC mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari harga jual DOC sebelum dilakukan pengafkiran "parent stock", dan hal ini dianggap berdampak pada naiknya harga daging ayam di pasar.

Bapak Muladno, Dirjen Peternakan dan kesehatan hewan (Dirjen PKH) sebagai narasumber dalam acara Economic Challenge yang bertema “Menyelisik Kartel Ayam di Metro TV pada tanggal 15 Maret 2106 yang ditayangkan secara langsung pada pukul 20.00 WIB menyampaikan bahwa industri perunggasan selama belasan tahun masih kurang kompak dan kurang teratur dan beliau juga menggambarkan industri perunggasan tidak jelas segmentasi pasarnya semua mengarah ke pasar becek.  “dimana satu jalan itu ada pesawat terbang, truk, angkot dan sepeda ontel mengarah kepada satu tujuan” jelasnya.  Sedangkan terkait UU sebagai kebijakan pemerintah, Dirjen PKH sepakat memang harus ada pasal-pasal yang perlu direvisi salah satunya tidak adanya segmentasi pasar berdasarkan keadilan usaha perunggasan.

 

Pada kesempatan tersebut hadir juga Narasumber lainnya, yaitu Bapak Ashwin Pulungan (Sekretaris Presidium PPUI), Bapak Krisantono (Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas /GPPU), Gopprera Panggabean (Direktur Penindakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha /KPPU).

Dalam awal diskusi, Sekretaris Presidium PPUI Ashwin Pulungan menjelaskan tentang kondisi yang terjadi akhir-akhir ini pada harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak yang turun, sedangkan harga DOC yang dimasukkan kedalam harga pokok peternak yang nilainya menjadi mahal, disertai dengan harga pakan yang mahal, sehingga harga pokok peternak sebesar 18.500 per kilogram hidup. Sedangkan terjadi penurunan harga livebird sampai dengan Rp.8.500 secara bertahap kemudian sampai ke level  Rp. 8.000,-.  “Penurunan ini terjadi sejak bulan 2016, dimana pada bulan sebelumnya harga masih cukup menguntungkan untuk peternak. Hal ini menyebabkan peternak merugi hingga Rp10.000 per kilogram berat hidup dan itu merupakan kerugian yang sangat besar”  tegasnya.

Ashwin Pulungan beranggapan bahwa hal ini terjadi lantaran telah terjadi “Perang Bisnis Perunggasan” sebagai pertarungan antara raksasa yang mengakibatkan peternak kecil tidak berkutik.

Beliau juga menganggap UU Nomor 18/2009 khususnya pada pasal 2 sebagai biang permasalahan perunggasan dimana tidak ada pembagian segmentasi pasar yang ditujukan untuk peternakan mandiri dan peternakan terintegrasi.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Bapak Krissantono mengatakan harus diakui bisnis ayam sejak tahun 2010 sampai dengan pertengahan semester 2013, berjalan stabil.  Daya tarik bisnis ayam selama 2-3 tahun menjadi menarik, baik dari peternak maupun pemodal dengan nilai pertumbuhan bisa mencapai 2 kali lipat GDP Pemerintah. Seperti yang disampaikan oleh pembawa acara dari Metro TV bahwa omset industri perunggasan mulai tumbuh dari 360 Triliun menjadi 500 triliun, dan angka tersebut memang sangat menggiurkan dalam bisnis.  Namun pada akhir tahun 2013 terjadi gejolak ekonomi yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi lebih rendah, namun disatu sisi telah terjadi oversupply produksi.

Oleh karena itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menginstruksikan kepada para pelaku usaha untuk bekerjasama menyeimbangkan supplay - demand bibit ayam ras dengan cara melakukan afkir dini Parent Stock. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan iklim usaha agar lebih kondusif bagi pelaku usaha ayam ras dan untuk mengantisipasi kelebihan penyediaan bibit DOC Final Stock(FS) Broiler.

GPPU memuji langkah yang diambil pemerintah tersebut karena bertujuan untuk meminimalisir kerugian yang akan dialami peternak. Bapak Krisantono juga membantah tidak ada kartel ayam seperti dugaan dari KPPU karena pengusaha pembibitan unggas juga mengalami kerugian hingga 300 Miliar dalam pengafkiran dini tersebut. “Kalau kartel itu tujuan untuk untung, namun kami mengalami kerugian” ungkapnya.

Gopprera Panggabean, Direktur Penindakan KPPU menyampaikan isu awal dari tuduhan kartel yakni ada kebijakan untuk menaikkan consumption per kapita dari 7,5 kg per tahun menjadi 15 kg, sehingga dengan ada kebijakan ini akhirnya semua menyesuaikan untuk mewujudkan rencana tersebut mulai dari GPS, parents stock, dan pakan.  Menurut KPPU dari sisi aturan, “dilarang adanya perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengatur harga dengan cara mengatur produksi dan pemasaran” ujarnya. Ditambahkannya bahwa setelah terjadi pemusnahan Parents Stock harga DOC semakin naik mulai dari Rp. 3.750 sampai dengan akhirnya pada bulan Desember 2015 menjadi  Rp. 6.000. Berdasarkan hasil penelusuran ditemukan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh 12 pelaku usaha” ungkapnya.

Gopprera Panggabean juga menilai kebijakan pengafkiran parent stock atau induk ayam mempersulit peternak mandiri mendapatkan bibit ayam atau DOC. Sedangkan peternak terintegrasi memilih melakukan kemitraan dengan mengkawin-kontrakan DOC.

Pada sesi tanggapan dalam memberikan solusi terhadap permasalahan perunggasan nasional.  Pandangan KPPU memberikan saran dalam jangka pendek perlu adanya audit pasokan, input pasokan harus ada eceran tertinggi, ada harga acuan yang ditentukan oleh pemerintah untuk harga ayam hidup livebird ditingkat peternak, sehingga harga panen lebih tinggi dari harga HPP.  Rantai distribusi dari peternak ke pasar yang perlu dikembangkan dengan E-Commerce agar jalur distribusi menjadi pendek sehingga harga antara peternak dan pedagang tidak terlalu jauh.

Bapak Krissantono mengkoreksi istilah pemusnahan yang disampaikan oleh KPPU. Selama ini tidak ada pemusnahan. “Kita sadar persis jika melakukan pemusnahan berhadapan dengan animal welfare, pada waktu kemaren bukan pemusnahan namun pengafkiran dini yang kita lakukan dengan menjualnya” ungkapnya.

Bapak Ashwin Pulungan menyampaikan keinginan dari peternak yakni dilakukan survei dan audit pada semuabreeding farm, diadakan program replacement, dillakukannya pengaturan populasi secara proposional, dan “kita inginbreeding farm semuanya maju” tutupnya.

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset