Kementan Dorong Kemitraan Swasta-Peternak, Tak Hanya Gemukkan Tapi Juga Kembangkan
- 16 Juni 2025, 13:50 WIB
- /
- Dilihat 85 kali
- /
- adminpemberitaan

Bandung — Pemerintah mendorong cara-cara baru agar kebutuhan daging sapi nasional tidak terus bergantung pada impor. Salah satu upaya yang kini didorong adalah memperkuat peran perusahaan penggemukan (feedloter) dalam menyediakan sapi indukan produktif yang dapat dikembangkan bersama peternak lokal.
Langkah ini tampak dalam kunjungan Kementerian Pertanian ke PT Sapi Liar Indonesia (SLI), perusahaan feedlot di Cikalong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Sabtu (14/6/2025). Selain menggencarkan usaha penggemukan sapi, PT SLI mulai berinvestasi pada pengembangan sapi indukan—sesuai regulasi pemerintah yang mewajibkan minimal 3 persen kapasitas kandang dialokasikan untuk indukan betina produktif.
"Kapasitas kandang PT SLI saat ini adalah 4.000 ekor. PT SLI memasukkan total 150 ekor sapi indukan berikut komitmen investasi untuk penambahan populasi,” kata Anisah, Direktur PT SLI.
Namun, menurut Anisah, investasi saja tidak cukup. Untuk memastikan indukan benar-benar produktif, PT SLI menggandeng Balai Embrio Ternak (BET) milik Kementerian Pertanian untuk melakukan pendampingan teknis. Tim dari BET langsung terjun ke lapangan, melakukan sinkronisasi birahi dan inseminasi buatan terhadap 19 ekor sapi indukan menggunakan semen beku dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang.
"Tujuannya tentu bukan hanya memenuhi regulasi, tetapi betul-betul menghasilkan indukan yang bisa beranak pinak dan memperkuat populasi sapi dalam negeri,” ujar Kepala BET, Deasy Zamanti.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Imron Suandy, menilai inisiatif seperti ini penting sebagai titik temu antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik. Ia menyebut perusahaan seperti PT SLI bisa menjadi motor penggerak pengembangan sapi indukan sekaligus mentor bagi peternak rakyat.
"Kami tidak hanya ingin feedloter patuh aturan, tapi juga menjadi mentor. Mereka bisa membina peternak lokal, menyediakan bibit unggul, dan memberi kepastian pasar,” ujarnya.
Skema kemitraan ini juga didorong melibatkan pemerintah daerah untuk memastikan tersedianya lahan penggembalaan dan hijauan pakan ternak. "Dukungan pemda menjadi kunci agar pengembangan bibit unggul berbasis wilayah bisa berjalan maksimal,” kata Imron.
Meski begitu, hasil pemeriksaan BET menunjukkan baru sekitar 60 persen dari sapi indukan milik PT SLI yang memiliki potensi reproduksi optimal. Tahap selanjutnya, PT SLI akan lebih ketat melakukan seleksi indukan impor agar potensi reproduksi meningkat menjadi minimal 80%.
Kementerian Pertanian berharap model kolaborasi ini dapat direplikasi oleh feedloter lainnya. Targetnya, sapi yang disalurkan kepada peternak melalui skema kemitraan berada dalam kondisi bunting dan siap dikembangkan.
"Mentorship dari perusahaan juga penting agar peternak punya pendampingan, kepastian pasar, serta akses terhadap jaminan kesehatan hewan,” pungkas Imron. (*)