Dukung ekspor unggas ke Timor Leste, Kementan siap sertifikasi bebas flu burung untuk NTT
- 29 Maret 2019, 10:20 WIB
- /
- Dilihat 1355 kali
Jakarta (29/03/2019)_”Indonesia akan terus memperkuat pengendalian penyakit zoonotik, agar ternak dan produknya dapat terus ditingkatkan ekspornya ke negara lain”, tegas I Ketut Diarmita, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian pada hari Jumat (29/03) di Kantor Pusat Kementerian Pertanian.
Penguatan pengendalian penyakit hewan yang dapat menular ke manusia atau sebaliknya (zoonotik) ini untuk mendukung produksi dan produktifitas serta meningkatkan kualitas dalam persaingan perdagangan global, untuk ekspor ke luar negeri termasuk diantaranya ke Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) sebagai salah satu negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Oleh karena itu Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa saat menghadiri pertemuan Joint meeting on the Indonesia and Timor Leste Cross Border Livestock and Tourism Pilot Project yang diselenggarakan 28-29 Maret 2019 di Bali, menyampaikan komitmennya untuk memfasilitasi ekspor ternak yang aman melalui jaminan kesehatan hewan dan keamanan produk dari Indonesia ke Timor Leste.
Disamping itu dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian di wilayah perbatasan, maka Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan akan berupaya meningkatkan status kesehatan hewan Provinsi NTT yang berbatasan darat dengan RDTL.
“Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan memproses sertifikasi bebas flu burung untuk Provinsi NTT”, ucap Fadjar.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Danny Suhadi menyambut baik sertifikasi bebas flu burung atau Avian Influenza (AI) untuk NTT. Hal ini akan menjadi nilai positif bagi NTT sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan RDTL untuk melakukan ekspor unggas dan produknya ke RDTL. “Kami akan segera mengirimkan surat beserta data dukung sertifikasi bebas flu burung ke Kementerian Pertanian minggu depan” ungkap Danny.
Lebih lanjut Fadjar menjelaskan bahwa setelah surat dan data dukung dari NTT tersebut diterima, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan akan segera melakukan kajian risiko flu burung untuk proses sertifikasi bebas flu burung bagi NTT, dengan melibatkan Balai Besar Veteriner Denpasar, Karantina Pertanian, Dinas Peternakan Provinsi NTT dan Komisi Ahli Kesehatan Hewan. Berdasarkan hasil kajian resiko tersebut selanjutnya akan dikeluarkan SK Menteri Pertanian untuk Provinsi NTT bebas flu burung.
Danny juga mengungkapkan, bahwa lebih dari 10 tahun terakhir ini tidak ada kasus flu burung di Provinsi NTT. Pemerintah Daerah NTT juga siap memperkuat peternakan ayam baik pedaging maupun petelur dengan menjaga status kesehatan hewan bebas flu burung melalui kegiatan pengendalian yang ketat. Bentuk pengendalian penyakit hewan tersebut diantaranya dengan analisis risiko pemasukan ternak dan produknya masuk ke NTT. Disamping itu NTT juga menerapkan kompartementalisasi bebas flu burung bagi unit usaha peternakan ayam.
“Industri perunggasan di NTT terus berkembang baik ayam pedaging maupun ayam petelur, dan saat ini di Kupang sedang dibangun peternakan ayam petelur dengan kapasitas produksi telur 200 ribu butir per hari” imbuh Danny.
Fadjar berharap dengan sertifikasi bebas flu burung untuk NTT, maka akan membuka peluang besar bagi NTT untuk melakukan ekspor unggas hidup dan produk olahannya secara langsung ke RDTL. Dengan demikian dapat melibatkan pelaku usaha peternakan di NTT untuk ikut ambil bagian dalam peningkatan ekspor ke negara tetangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Indonesia ke RDTL untuk produk peternakan mencapai USD 9,5 juta pada tahun 2018.
“Peningkatan status kesehatan hewan melalui sertifikasi bebas flu burung bagi NTT diharapkan dapat mendukung kegiatan ekspor unggas dan produknya ke RDTL, sehingga ke depan dapat berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian di daerah perbatasan antara NTT dan RDTL” jelas Fadjar.
Pada pertemuan Joint Meeting on the Indonesia and Timor-Leste Cross Border Livestock and Tourism Pilot Project, Fadjar juga mengungkapkan dukungan Indonesia kepada RDTL dalam meningkatkan status kesehatan hewan diantaranya untuk memperoleh sertifikat bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dari badan kesehatan hewan dunia (OIE). “Indonesia akan memberikan pernyataan dukungan bebas PMK untuk Timor Leste di forum OIE” tambah Fadjar.
Disamping itu Fadjar mengungkapkan, bahwa Indonesia juga bersedia melakukan sharing knowledge bagi RDTL dalam melakukan kompartemen bebas penyakit Brucellosis pada sapi dan melakukan joint surveillance penyakit hewan dengan RDTL terutama di daerah perbatasan.
Direktur Jenderal Peternakan RDTL, Domingos Gusmao menyambut baik rencana joint surveillance dengan Indonesia. Domingos menjelaskan bahwa Indonesia dan RDTL bersepakat untuk membentuk tim gabungan dan selanjutnya tim tersebut akan membahas teknis pelaksanaan joint surveillance baik kegiatan maupun biaya yg diperlukan.
Lebih lanjut Domingos juga menyampaikan harapannya untuk segera memperoleh pengakuan secara formal dari OIE sebagai negara yang bebas PMK tanpa vaksinasi.
Contact person:
drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD (Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian)