Newcastle Disease : Tak Habis Dimakan Waktu

  • 13 Juni 2016, 12:37 WIB
  • /
  • Dilihat 14029 kali

Bagi peternak unggas, apapun jenis unggasnya, penyakit Newcastle Disease yang biasa disingkat dengan ND, merupakan momok yang masih terus menghantui. Bagaimana tidak, peternak sewaktu-waktu dibuat kaget jika ND sudah menyerang, terlebih menghabiskan seluruh populasi pada suatu peternakan, siapa tidak berang?.

Penyakit ini ditemukan pertama kali oleh Kraneveld di Indonesia, tepatnya di kota Buitenzorg, atau lebih dikenal saat ini Bogor pada tahun 1926, karena menyerupai pes ayam maka disebutnya Pseudovogelpest. Penyakit ini punya banyak nama di berbagai belahan dunia di antaranya adalah Rhaniket, Tontaor furrens, dan tentu saja di negara kita populer disebut dengan Tetelo.

Penyebab penyakitnya sebagaimana telah diketahui yakni adalah virus dari famili Paramyxoviridae dengan genus Pneumovirus, atau biasa disebut dengan Paramyxovirus. Diketahui juga bahwa terdapat tiga kategori dari virus ND, yakni Velogenik atau disebut varian (Amerika dan Asia), Mesogenik, dan Lentogenik. Dari ketiga golongan virus ND tadi, yang paling ganas virulensinya adalah Velogenik atau yang sering disingkat VND.

Serangan yang diakibatkan oleh VND bersifat akut dan sangat mematikan. Wabah ND di Indonesia umumnya disebabkan oleh velogenik tipe Asia yang biasa disebut Viserotropik velogenik, di mana jenis ini lebih banyak menimbulkan kematian daripada velogenik tipe Amerika. Contoh virus galur velogenik, antara lain Milano, Herts, dan Texas.


Patogenesis ND

Virus penyebab ND sudah terdistribusi secara natural di alam. Virus akan masuk ke tubuh inang melalui beberapa jalur infeksi terutama melalui udara (per-inhalasi). Virus akan keluar dari tubuh individu yang terinfeksi saat batuk, kemudian virus yang ada di udara terhirup oleh individu lainnya. Selain melalui udara, virus ND juga dapat menyebar melalui rute lain, di antaranya adalah melalui saluran pencernaan (per-oral). Saat virus dilepaskan di udara, beberapa yang tidak terhirup akan mengkontaminasi pakan dan air minum. Saat termakan oleh individu lain, maka akan tertular.

Virus ND dapat pula menular melalui telur terinfeksi yang pecah dalam inkubator dan mengkontaminasi kerabang telur lain. Oleh karena itu sangat penting bagi breeding farm dan hatchery untuk benar-benar mengeliminir virus ND di lokasi peternakannya. Selain daripada itu, burung-burung liar, serangga, dan bahkan keberadaan manusia dalam hal ini pekerja kandang, juga dapat menjadi faktor predisposisi terhadap penyebaran virus ND dari satu flok ke flok lainnya, bahkan dari satu peternakan ke peternakan lainnya.

Sekresi, ekskresi dan bangkai penderita merupakan sumber penularan penting bagi ND. Virus yang tercampur lendir atau dalam feses dan urin mampu bertahan dua bulan, bahkan dalam keadaan kering tahan labih lama lagi.


Gambaran klinis

Berdasarkan pengamatan di lapangan, memang relatif sulit membedakan kasus ND, AI maupun IB. Hal ini dikarenakan adanya gejala klinis maupun perubahan patologi anatomi yang relatif sama antara ketiga penyakit tersebut. Terlebih lagi kita dibingungkan dengan isu penyakit tertentu misalnya AI sehingga persepsi diagnosa kita mengarah ke AI, meski bisa saja kasus yang terjadi adalah ND. Agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosa ND, AI maupun IB maka perlu dipelajari gejala-gejala penyakitnya secara detail. Dalam mendiagnosa penyakit maka yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan data-data berupa anamnesa, gejala klinis, serta perubahan patologi anatomi (bedah bangkai) dan juga uji laboratorium jika diperlukan.

Gambaran umum yang biasanya muncul pada penyakit VVND biasanya adalah kematian secara akut dari 80-100 persen populasi dalam suatu flok. Pada masa permulaan sakit nafsu makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, panting, ngorok/nyekrek, bersin, batuk, paralisis atau kelumpuhan baik parsial maupun komplit, kadang-kadang terlihat gejala tortikolis atau kepala memutar. Pada ayam petelur, ND bahkan dapat menurunkan produksi telur dalam jumlah yang drastis mencapai 80-100 persen. Feses ayam yang terinfeksi ND cenderung berwarna hijau lumut campur keputihan dan biasanya lebih encer. Tetapi yang perlu dicatat, jika peternak tidak biasa mengamati perubahan feses tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut karena pengamatan feses ini tidak bisa dijadikan patokan utama untuk menyimpulkan diagnosa.


Temuan bedah bangkai

Pada bedah bangkai (Nekropsi) akan ditemukan kelainan berupa radang penumonia. Hal ini mengakibatkan kurangnya kadar oksigen di dalam sistem sirkulasi darah sehingga gejala yang muncul seperti jengger, muka dan pial akan tampak berwarna kebiru-biruan. Pada lemak jantung biasanya juga akan ditemui perdarahan, tetapi tidak hanya pada ND saja, pada ayam yang terinfeksi AI pun mengalami hal yang sama sehingga tidak langsung dapat disimpulkan causa penyakitnya.

Proventrikulus merupakan organ penghasil asam klorida (HCl) yang berperan dalam membantu proses pencernaan sehingga kondisi proventrikulus menjadi asam. Pada kasus ND, peradangan terjadi pada puncak/bintik-bintik proventrikulus, namun ketika serangan sudah parah maka peradangan bisa menyeluruh pada proventrikulus. Sebagai pembanding ayam yang terinfeksi AI, juga mengalami perdarahan di proventrikulus. Tetapi hanya bagian depan dan cenderung pada perbatasan proventrikulus dan oesophagus (kerongkongan). Hal ini dikarenakan virus AI memiliki sifat tidak tahan asam. Sedangkan virus ND tahan asam.

Hampir semua jenis penyakit pada ayam menunjukkan adanya peradangan pada usus baik ringan maupun berat. Bahkan pada ayam yang tidak mau makan atau ukuran pakan yang terlalu besar juga dapat menyebabkan peradangan di usus. Ciri spesifik ND adalah adanya peradangan pada peyer patches (lempeng peyer) yang disertai peradangan pada proventrikulus. Terjadinya perdarahan di usus memang agak relatif sulit dibedakan antara ND, AI ataupun dengan penyakit bakterial.

Organ reproduksi juga akan menunjukkan kelainan apabila diserang oleh virus ND. Pada ayam yang menderita ND, terkadang kuning telur mengalami pengecilan ukuran, selaput telur membengkak serta mengalami perdarahan. Hal ini disebabkan karena virus tersebut menyerang pada bagian ovarium.

Apabila tidak terlalu yakin dengan hasil bedah bangkai, maka diperlukan data pendukung berupa uji serologi. Uji yang dilakukan berupa HI Test (Haemagglutination Inhibition Test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay). Sampel yang digunakan untuk uji serologi ini adalah serum sebanyak 0,5% dari total populasi atau minimal 15-20 sampel tiap flok. Tujuan uji HI test atau ELISA tersebut adalah untuk mengetahui gambaran titer antibodi dalam tubuh ayam sehingga terdapat kemungkinan gambaran titer yang terbaca merupakan indikasi adanya virus tantang di lapangan.

Untuk mengetahui secara pasti virus penyebab sakit tersebut, dapat dilakukan uji PCR (Polymerase Chain Reaction) di mana pada uji ini berfungsi untuk mendeteksi ada tidaknya virus di dalam tubuh ayam. Uji PCR menggunakan sampel berupa organ ayam yang mengalami perubahan patologi anatomi, swab (usap) trachea atau kloaka. Sampel yang akan diuji tidak boleh dicuci dengan menggunakan desinfektan karena virus akan mati. Hasil dari uji PCR ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam perbaikan manajemen dan kesehatan ayam pada pemeliharaan berikutnya.

 

Sumber: https://www.poultryindonesia.com/news/kesehatan/newcastle-disease-tak-habis-dimakan-waktu/

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Provinsi Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset