• Beranda
  • Berita
  • Arah Pembangunan Peternakan Indonesia Menuju Swasemba Protein Hewani

Arah Pembangunan Peternakan Indonesia Menuju Swasemba Protein Hewani

  • 14 Februari 2018, 01:00 WIB
  • /
  • Dilihat 15430 kali

“Diperlukan kerjasama multipihak untuk mempercepat pencapaian swasembada protein hewani”

Dalam rangka mendukung kebijakan pembangunan nasional, pembangunan pertanian khususnya pada sektor peternakan pada intinya bertujuan untuk mencapai ketahanan pangan melalui penyediaan “protein hewani” asal ternak. Hal ini perlu kami jelaskan kepada publik khususnya kepada Bapak Ronny Rachman Noor Guru Besar Pemuliaan dan Genetika IPB yang mengatakan bahwa Swasembada Daging Kehilangan Arah, (termuat pada Harian Kompas tanggal 13 Februari 2018).

Tanpa mengurangi rasa hormat, sesungguhnya setelah kami maknai lebih jauh, bahwa tulisan tersebut banyak yang sejalan dengan yang telah dan sedang kami lakukan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Namun demikian, agar tidak menjadi bias, perlu kami luruskan bahwa kita akan menuju Swasembada Protein Hewani. Artinya sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat kita, berasal dari keanekaragaman ternak, tidak semata-mata bersumber dari daging sapi dan kerbau. Untuk itulah dilakukan penguatan peningkatan produksi dan reproduktifitas selain sapi dan kerbau. Namun kita juga mendorong bertumbuhkembangnya ternak kecil seperti kambing, domba, kelinci, unggas, dan sapi perah.

I Ketut Diarmita selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian menyampaikan, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengaksesnya (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun.

“Terkait penyediaan protein hewani asal ternak, saat ini Indonesia telah mencapai swasembada daging ayam, bahkan telah mampu mengekspor telur ayam tetas (hatching eggs) ke negara Myanmar, dan telah mengekspor daging ayam olahan ke Papua New Guiniea,” kata I Ketut Diarmita. Pemerintah Jepang dan Timor Leste juga telah menyetujui Indonesia untuk mengekspor daging ayam olahan ke negaranya, tinggal menunggu realisasi saja,” tandasnya. Menurutnya, Pemerintah saat ini terus melakukan upaya untuk membuka negara baru tujuan ekspor daging ayam olahan, untuk mencegah terjadinya kelebihan pasokan daging ayam di dalam negeri.

I Ketut Diarmita mengatakan, untuk komoditas kambing dan domba, saat ini Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan sedang proses persiapan ekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia.

“Pemerintah saat ini terus mendorong masyarakat untuk diversifikasi konsumsi protein hewani, jadi tidak hanya mengkonsumsi daging sapi atau kerbau saja, bisa daging ayam, telur, daging kambing/domba dan kelinci, bahkan ikan yang jumlahnya sangat melimpah” imbuhnya.

“Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri dan tercapainya swasembada protein hewani nasional, percepatan peningkatan populasi sapi/kerbau sangat diperlukan,” kata I Ketut Diarmita. Menurut I Ketut Diarmita, ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2018 belum mencukupi kebutuhan nasional. Prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2018 sebesar 403.668 ton, namun perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri 2018 sebesar 663.290 ton. Sehingga kebutuhan daging sapi baru terpenuhi 60,9% dari daging sapi di dalam negeri.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penyediaan sapi potong dan daging sapi dalam negeri selama ini 98 persen berbasis peternakan rakyat. Peternakan sebagai lokomotif pembangunan pertanian adalah suatu keniscayaan apabila 4.204.213 Rumah Tangga Peternak/RTP (Sensus Pertanian 2013) yang menguasai lebih dari 98 persen ternak di Indonesia tersebut diorganisasi dan dikonsolidasikan dengan baik. Hal tersebut tentunya menjadi peluang, sekaligus juga tantangan bagi pembangunan peternakan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Untuk mewujudkan percepatan swasembada daging sapi tersebut, kata I Ketut Diarmita, strategi pengembangan sapi potong diarahkan pada struktur hulu yaitu kearah pembibitan dan pengembangbiakan. Hal ini mengingat, industri sapi dan daging sapi masih lebih berkembang ke arah hilir terutama ke bisnis penggemukan dan impor daging.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan di subsektor peternakan khususnya sapi, diantaranya dengan memperbesar alokasi anggaran untuk peternakan sapi, dimana sejak tahun 2017 alokasi APBN difokuskan kepada UPSUS SIWAB (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting). “Dengan program yang dijalankan pemerintah, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat,” ujar I Ketut Diarmita.

Sesungguhnya esensi Upsus siwab adalah merubah pola fikir petani ternak kita, yang cara beternaknya selama ini masih bersifat sambilan, menuju kearah profit dan menguntungkan bagi dirinya. Sesungguhnya dalam road map pembangunan peternakan di Indonesia telah tertuang sasaran utama pengembangan sapi tahun 2045. Kita berupaya terus secara sungguh-sungguh untuk terwujudnya Indonesia sebagai lumbung pangan Asia.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, menjelaskan grand desain pengembangan sapi dan kerbau tahun 2045 akan dicapai melalui empat tahapan: (i) Swasembada dan Rintisan Ekspor akan dicapai pada 2022; (ii) Ekspor akan dicapai pada 2026: (iii) Pemantapan ekspor akan dicapai pada 2035; (iv) Lumbung Pangan Asia akan dicapai pada 2045. Kebijakan pengembangan sapi adalah peningkatan populasi, sehingga share produksi daging lokal meningkat; meningkatnya kemampuan ekspor dan bertambahnya usaha sapi berskala usaha komersil.

Pondasi untuk menuju swasembada daging sapi tahun 2022 yaitu dengan percepatan peningkatan populasi sapi khususnya jumlah indukan sapi sebagai basis sumber produksi. Untuk itu, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menyusun berbagai program strategis untuk meningkatkan pasokan daging sapi di dalam negeri, diantaranya yaitu:

Pertama, Mempercepat peningkatan populasi sapi di tingkat peternak, dengan melakukan Program Upsus Siwab, yang diawali tahun 2017, dengan target kebuntingan sapi / kerbau 3 juta ekor, dari aseptor sebanyak 4 juta ekor. Namun hasil yang dicapai sampai saat ini sekitar 99,41 %. Kegiatan ini akan melanjutkan pada kegiatan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) dengan target 3 (tiga) juta ekor akseptor dan 2,1 – 2,5 juta kebuntingan pada akhir tahun 2018. Program terobosan ini untuk mengakselerasi percepatan target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri.

Program tersebut diatur dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/ PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada tanggal 3 Oktober 2016. Upaya ini dilakukan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada daging yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo tercapai pada 2022 serta mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan pangan asal hewan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat.

Upsus Siwab 2018 dilaksanakan melalui strategi optimalisasi pelaksanaan Inseminasi di 34 provinsi yang dibagi menjadi 3 bagian: (1) Daerah sentra sapi yang pemeliharaan dan IB-nya sudah dilaksanakan secara intensif yaitu di Jawa, Bali dan Lampung; (2) Daerah sentra peternakan dengan sistem pemeliharaan semi intensif (Sulawesi Selatan, Sumatera dan Kalimantan); (3) Daerah ekstensif yang tersebar di propinsi NTT, NTB, Papua, Maluku, Sulawesi, NAD dan Kaltara. Tujuh Provinsi yang menjadi tumpuan Upsus Siwab yaitu: Jatim, Jateng, Sumatera Utara, Lampung, Jabar, Bali dan DI Yogyakarta.

Upaya Mewujudkan Capaian tersebut, yaitu: 1). Melakukan sosialisasi tentang program dan kegiatan tersebut baik pada jajaran pemerintah, akademisi, swasta dan masyarakat peternak; 2). Mendorong kinerja petugas teknis di lapangan dengan melakukan bimbingan teknis pelaporan untuk petugas inseminator. Disamping itu juga melakukan pelatihan petugas baru dibidang IB (inseminator, PKb dan ATR); 3). Menyediakan alat dan sarana IB, yaitu semen beku, N2 cair, Kontainer, Gun, plastik glove dan lain lain; 4). Menyediakan insentif berupa biaya operasional pelayanan kepada para petugas inseminator, PKb dan ATR.

Kedua, Memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas dan tersertifikasi dengan penguatan tujuh (7) Unit PelaksanaTeknis (UPT) Perbibitan yaitu BPTU HPT (Balai Pembibitan Ternak Unggul) Padang Mangatas, BPTU HPT Siborong-borong, BPTU HPT Pelaihari, BPTU HPT Denpasar, BPTU HPT Sembawa, BPTU HPT Baturraden, BPTU HPT Indrapuri dengan demikian diharapkan adanya peningkatan kualitas genetik dan populasi di masing-masing UPT Perbibitan. Yang pada gilirannya sapi yang dihasilkan mampu sebagai sumber pengganti (replacement) sapi/kerbau yang ada ditingkat petani.

Ketiga, Penambahan indukan impor baik oleh pemerintah ataupun melalui peran dan kontribusi swasta (feedlotter) yang memasukkan indukan sebagai prasyarat impor sapi bakalan. “Rencana pemerintah untuk penambahan indukan impor pada TA 2018 sebanyak 15 ribu ekor yang akan diimpor dari negara luar yang memenuhi syarat,” ujar I Ketut.

Dengan adanya penambahan sapi indukan di dalam negeri diharapkan akan terjadi peningkatan kelahiran dan peningkatan populasi yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya produksi daging sapi.

Penambahan sapi indukan impor pengembangannya akan difokuskan pada 6 UPT Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, yaitu BPTU-HPT Indrapuri, Siborong-borong, Sembawa, Padang Mangatas, Pelaihari dan BBPTU-HPT Baturraden, 39 UPTD Provinsi/Kabuapten/Kota, dan Padang Penggembalaan milik Pemerintah Daerah. Mengingat keterbatasan alokasi anggaran Pemerintah dan mendorong peran serta swasta dalam usaha pengembangan sapi potong, maka ditempuh kebijakan Pemerintah melalui regulasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 mewajibkan para pelaku usaha untuk mencantumkan jumlah indukan dan bakalan yang akan dimasukkan dengan ratio perbandingan 1: 5 bagi pelaku dan 1:10 bagi koperasi peternak dan kelompok peternak.

Keempat, Pengembangan HPT (Hijauan Pakan Ternak) melalui penyediaan lahan/penanaman HPT seluas 338,5 Ha pada Tahun 2018. Pengembangan HPT untuk pengembangan sapi potong juga dilakukan melalui pengembangan padang penggembalaan dengan target pembangunan seluas 200 hektar pada tahun 2018, melalui optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur. Selain itu juga dilakukan pemeliharaan terhadap 600 hektar padang penggembalaan yang sudah dibangun oleh Ditjen PKH.

“Selain itu Pemerintah juga mendorong investor swasta untuk menginvestasikan modalnya di dunia peternakan dalam skala besar, terutama memanfaatkan lahan ex tambang seperti di Kalimantan Selatan (Kalsel), Kalimantan Timur (Kaltim), Sulawesi Tenggara, Konawe dan Bombana,” ujar I Ketut Diarmita.

Kelima, penanganan gangguan reproduksi bertujuan untuk mempertahankan jumlah sapi betina produktif, sehingga angka jumlah akseptor yang akan dilakukan IB dan bunting meningkat. Target pelaksanaan gangguan reproduksi sebesar 200.000 ekor. Operasional pendanaan penanganan gangguan reproduksi dialokasikan pada 8 UPT Kesehatan Hewan (BBVet atau Bvet) dan 5 provinsi, yaitu Bengkulu, Jateng, Jatim, Sulsel dan Lampung. Komponen penanganan gangguan reproduksi terdiri dari : (i) pelaksanaan identifikasi status reproduksi dan (ii) pengadaan obat dan hormon.

Keenam, Pengendalian pemotongan betina produktif, bekerjasma dengan Baharkam Mabes Polri, bertujuan untuk menurunkan jumlah pemotongan betina produktif, menambah atau mempertahankan jumlah akseptor Upsus SIWAB dan menyelamatkan kelahiran pedet melalui pencegahan pemotongan betina produktif bunting. Berdasarkan data ISIKHNAS, pemotongan betina produktif pada tahun 2014 sebanyak 22.458 ekor, tahun 2015 mencapai 23.024 ekor, dan tahun 2016 sebesar 22.278, sehingga rata-rata per tahun pemotongan betina produktif 1.880 ekor per bulan.

“Pengendalian pemotongan betina produktif ini sangat kental dengan aspek penegakan hukum, sehingga Ditjen PKH Keamanan kerjasama dengan Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Kepolisisn RI. Sanksi terhadap orang yang melakukan pemotongan sapi betina produktif yaitu pidana 1 – 3 tahun dan denda mulai dari 100 ribu rupiah sampai dengan 300 ribu rupiah.

Dalam menekan laju pemotongan sapi/kerbau betina produktif, Ditjen PKH telah melakukan serangkaian kegiatan mulai dari sosialisasi, pengawasan dan kerjasama dengan Baharkam Kepolisian RI. Pada tahun 2017, sebanyak 16.517 ekor sapi betina produktif berhasil dicegah untuk dipotong. “Hal ini berarti potensi ekonomi yang berhasil diselamatkan dari kegiatan pengendalian pemotongan betina produktif mencapai Rp. 49,55 Milyar,” ujar I Ketut Diarmita.

“Kerjasama dengan pihak Kepolisian ini cukup efektif dalam menekan laju pemotongan, sehingga pada tahun 2018 kita lanjutkan kembali kerjasama tersebut,” ungkap I Ketut Diarmita. “Tahun 2018 ditargetkan terjadi penurunan pemotongan betina produktif sebesar 10% atau sebanyak 21.160 ekor di 41 lokasi.

I Ketut Diarmita menyebutkan, berdasarkan data kuantitatif laporan iSIKHNAS, capaian hasil yang diperoleh untuk total Inseminasi Buatan (IB) kumulatif (Januari sd 31 Desember 2017) yaitu 3.976.470 ekor (99,41%) dari total target 4.000.000 ekor pada tahun 2017. Total kebuntingan kumulatif yang dicapai dari Januari sd 31 Desember 2017) yaitu 1.892.462 ekor (63,08%) dari total target bunting 3.000.000 ekor pada tahun 2017, sedangkan total kelahiran kumulatif yang dicapai dari Januari sd 31 Desember 2017 adalah 911.135 ekor yang akan dievaluasi pada tahun 2018.

 

Selain itu, terkait dengan permasalahan yang terjadi pada harga daging sapi/kerbau, Pemerintah juga melakukan perbaikan sistem distribusi dan tata niaga yang belum efisien, salah satunya dengan fasilitasi kapal khusus ternak. Sedangkan peran pemerintah daerah adalah menjaga keseimbangan struktur populasi ternaknya dan menginisiasi pembentukan wilayah sumber bibit pada daerah padat ternak. Sampai saat ini tedapat 11 sumber bibit dan pengembangan perbibitan di pulau terpilih.

Untuk mewujudkan percepatan swasembada Protein hewani, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian juga melakukan pengembangan sapi ras baru, yaitu Belgian Blue, yang disupervisi oleh komisi ahli dari IPB dan UGM, serta praktisi dibidang perbibitan. Bahkan telah dilakukan MoU dengan kedua Universitas diatas untuk percepatan pengembangan program.

Dengan melihat perkembangan pedet-pedet hasil penerapan IB dan TE Belgian Blue, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman: mendorong dan memberi dukungan untuk pengembangan Belgian Blue di Indonesia lebih intensif, sehingga ditargetkan pada tahun 2019 akan lahir Belgian Blue sebanyak 1.000 ekor (tahun 2018 sebanyak 500 ekor dan tahun 2019 sebanyak 500 ekor). Pada prinsipnya Program ini bukan merupakan program “ mercusuar” karena anggaran yang dialokasikan tidak melebihi 1%, namun merupakan alternatif penambahan sumber bibit sapi potong.

Kijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang dilakukan Pemerintah saat ini hendaknya dapat dipahami oleh semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi, asosiasi profesi, pelaku usaha dan masyarakat secara umum. “Kita harapkan semua pihak dapat memiliki presepsi dan pandangan yang sama terkait kebijakan pemerintah tersebut, tentunya dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional”, kata I Ketut Diarmita.

I Ketut menekankan, dalam pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk mendukung sub sektor peternakan, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari pihak swasta, serta masyarakat pada umumnya.

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Provinsi Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset