• Beranda
  • Berita
  • Kementan dan FAO Dorong Peternak Unggas Terapkan Biosecurity 3 Zona

Kementan dan FAO Dorong Peternak Unggas Terapkan Biosecurity 3 Zona

  • 21 Juni 2019, 01:58 WIB
  • /
  • Dilihat 6180 kali

Lampung -- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian bersama Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mendorong agar para peternak unggas di Indonesia dapat menerapkan praktik manajemen yang baik atau "Biosecurity 3 Zona". Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita, pada  Sarasehan Peternak Layer bersama FAO Indonesia di Lampung, Kamis (20/6), menjelaskan penerapan Biosecurity 3 zona sangat penting karena dapat mengendalikan penggunaan antimikroba pada unggas serta mengurangi risiko terjadinya penyakit infeksi.


"Hal ini dapat meningkatkan keuntungan bagi para peternak karena akan mengurangi risiko kematian khususnya dari virus flu burung," kata Ketut.


Adapun penerapan Biosecurity 3 Zona adalah praktik pengelolaan perunggasan yang baik dan berstandar dengan membagi area peternakan menjadi tiga, yakni zona merah, kuning dan hijau. Zona merah dikategorikan sebagai area dengan risiko tinggi (high risk) karena terindikasi adanya pencemaran kuman maupun bakteri.


Oleh karena itu, tamu yang tidak memiliki kontak dengan unggas, hanya bisa sampai pada zona ini saja. Setibanya di Zona Kuning (middle risk), peserta disediakan baju khusus untuk dikenakan selama berkeliling di peternakan tersebut. Di zona ini, pekerja harus mandi terlebih dahulu sebelum memasuki zona hijau.


Di zona hijau atau zona bersih dengan kategori low risk adalah area terbatas. Hanya pekerja yang ditugaskan dan sudah berganti pakaian dan alas kaki yang boleh masuk. Peternak juga harus disemprotkan cairan disinfektan saat memasuki area ini.


Ketut menjelaskan pengendalian virus flu burung difokuskan pada peningkatan biosecurity, pencegahan penyakit melalui vaksinasi, dan sertifikasi kompartemen bebas flu burung. Adanya sertifikat bebas penyakit tersebut membuat produk unggas Indonesia dapat diekspor ke beberapa negara.


"Saya berharap PPN, dapat bersinergi dengan pemerintah dalam mendukung dunia perunggasan nasional kedepan sehingga memberikan imbas positif bagi kemajuan pembangunan peternakan" tutur Ketut.

Pada kesempatan terpisah, hal senada juga diungkapkan Chief Technical Adviser Unit Khusus Badan Pangan dan Pertanian PBB di Indonesia (FAO ECTAD) , Luuk Schoonman yang mengatakan hasil kajian FAO menunjukan bahwa implementasi biosecurity 3-zona secara rutin dan konsisten di peternakan ayam petelur secara signifikan menurunkan penggunaan antibiotik 40 % dan disinfektan 30%.

"Biosecurity 3-zona harus menjadi standar di peternakan ayam petelur dalam menghasilkan produksi yang maksimal dan bebas dari penyakit zoonosa khususnya flu burung," ungkapnya.

Perkembangan Produksi Telur

Kementan mencatat sumbangan produksi pangan hewani di Indonesia khususnya ayam ras telah telah mencapai swasembada dengan menyumbang sekitar 71% telur nasional dan 29% dipenuhi dari telur unggas jenis lain serta mampu menyumbang sekitar 55% (daging ayam broiler) untuk kebutuhan daging nasional. 

Berdasarkan data populasi ayam petelur (layer) komersil tahun 2019 per bulan berkisar antara 226 juta – 248 juta ekor dengan rataan populasi layer komersil umur produktif (19-88 minggu) sebanyak 167 juta. Sedangkan perkembangan produksi dan kebutuhan telur konsumsi berdasarkan jumlah penduduk dan konsumsi perkapita pertahun yaitu: Tahun 2018 sebanyak 2,57 juta ton (rataan perbulan sebesar 213.755 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,77 juta ton (rataan perbulan sebesar 147.201 ton), sehingga terdapat kelebihan produksi telur tahun 2018 sebesar 798.654 ton. Tahun 2019 potensi produksi telur sebanyak 2,88 juta ton (rataan perbulan sebesar 239.884 ton) dengan kebutuhan telur sebesar 1,82 juta ton. 

Ketut menjelaskan kelebihan produksi telur ini harus dapat diolah menjadi bahan baku industri agar produktifitas terus meningkat.

"Usaha peternak layer memiliki masa depan yang cerah dan potensi pengembangannya sangat baik" terang Ketut.

Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Bupati Lampung Timur Bidang Kesejahteraan Masyarakat, Nur Syamsu yang membacakan sambutan dari Bupati Lampung Timur, menyampaikan bahwa profesi peternak adalah pekerjaan mulia yang menyediakan kebutuhan protein hewani yakni telur. Lanjut Nur menjelaskan Kabupaten Lampung Timur terus berupaya sebagai sentra peternakan ayam baik layer dan boiler.

"Makan telur dapat meningkatkan gizi mencerdaskan generasi bangsa" ungkap Nur.

Ketua Pinsar Petelur Nasional (PPN) Lampung, Jenni Soelistiani, menyebutkan PPN hadir memberikan harapan baru dan berjuang bersama untuk terus hidup sebagai peternak. Saat ini, Jenni menyebutkan jumlah populasi sekitar 4 juta ekor, produksi sekitar telur 200 ton perhari dengan jumlah peternak mencapai kurang lebih 1.000 peternak yang tersebar di 8 Kabupaten dan populasi terbanyak di Lampung Selatan dan Lampung Timur. Sebanyak 20 persen dari produksi tersebut telah dipasarkan ke Jakarta.

“Dari 1000 orang peternak yang ada di Lampung, yang terlibat aktif dalam PPN baru 100 peternak, ini menandakan masih ada potensi yang sangat besar untuk kemajuan peternak ayam petelur di Lampung’’ terang Jenni menambahkan.

Pada kesempatan itu, Ketut juga menyerahkan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) kepada 6 peternakan ayam petelur unggulan Lampung. Sertifikasi NKV merupakan upaya pemerintah dalam memberikan jaminan persyaratan kelayakan dasar dalam sistem jaminan keamanan pangan dalam aspek higiene-sanitasi, keberadaan sertifikat NKV bagi unit usaha sangat penting dalam melakukan eksportasi yang mana aspek keamanan pangan menjadi persyaratan utama, serta menjadi salah satu daya saing utama dalam perdagangan internasional

Ketut berharap kedepan peternak di Kecamatan Purbolinggo yang mendapatkan sertifikat NKV
semakin bertambah, mengingat berdasarkan sejarahnya kecamatan Purbolinggo adalah cikal bakal peternak petelur yang ada di Lampung.

Ketut juga mengapresiasi peran PPN Lampung, dalam menginisiasi Kecamatan Purbolinggo, Lampung Timur menjadi kampung layer menuju produk telur yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) dengan iklim peternakan yang tangguh.

“Saya berharap peran serta semua pihak sangat dibutuhkan agar keberadaan para peternak petelur tetap menjadi aset daerah yang berharga khususnya Kabupaten Lampung Timur” pungkas Ketut.

 

Narahubung:
Drh. Fadjar Sumping Tjatur Rasa, PhD., Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian.

Ir. Sugiono MP., Direktur Perbibitan dan Produksi Peternakan, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian.

Drh. Syamsul Ma'arif, MSi., Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian.

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No.3
Gedung C Lt 6 - 9, Ragunan, Kec. Pasar Minggu,
Kota Jakarta Selatan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset