Dombos Aset Ternak Wonosobo

  • 13 Juni 2016, 12:27 WIB
  • /
  • Dilihat 6694 kali

Berbagai wilayah di Indonesia memiliki ternak lokal yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai komoditas agribisnis. Salah satunya adalah Domba Wonosobo atau dikenal dengan dombos yang berasal dari daerah Wonosobo Jawa Tengah.

Kekhasan dombos ini mendorong pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 2915/Kpts/Ot.140/6/2011 tentang Penetapan Rumpun Domba Wonosobo. Hal itu berarti dombos menjadi kekayaan sumber daya genetik ternak asli Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan.

Dokter Hewan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Kalijajar Wonosobo, Heri Kuswanto mengatakan, ternak lokal khas Kabupaten Wonosobo ini telah dibudidayakan sejak lama oleh masyarakat setempat. Domba ini telah terbukti dapat memberikan tambahan pendapatan pada rumah tangga petani dan limbahnya merupakan sumber pupuk organik guna mendukung budidaya pertanian.

Dombos mempunyai keunikan yang berbeda dibandingkan galur-galur domba lokal lain. Bobotnya yang mencapai dua kali lipat bobot domba lokal lainnya sehingga menarik banyak peternak untuk mengembangbiakkannya.

Namun menurut Heri sampai saat ini, belum banyak daerah yang mampu berhasil memeliharanya.Imbasnya, populasi dombos selama 6 tahun terakhir sejak 2005, perkembangannya tidak bisa pesat seperti halnya domba lokal lainnya. Bahkan laju pertumbuhan populasi di Wonosobo cenderung mengalami penurunan akibat adanya permintaan dombos keluar daerah.

Pakar Domba dan Kambing dari Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Denie Heriyadi berpendapat, besarnya potensi yang belum bisa dinikmati di luar daerah Wonosobo karena dombos membutuhkan proses aklimatisasi yang panjang. “Dombos tidak cepat beradaptasi dengan lingkungan setempat sehingga perlu waktu lama untuk menyesesuaikan diri,” katanya.

Selain faktor iklim, sosial budaya juga berpengaruh dalam keberhasilan pengembangbiakkan dombos. “Masyarakat Wonosobo memelihara domba itu dengan penuh kasih sayang, pakannya dipenuhi, semua dipelihara baik sehingga berhasil,” ujar Denie. Sedangkan peternak yang tidak berhasil memelihara dombos karena tidak ada ketelatenan dalam memelihara.

Hasil Persilangan

Berdasarkan penelusuran, asal usul terbentuknya galur dombos merupakan hasil persilangan antara domba Texel dengan domba lokal ekor tipis (DET). “Dengan performa biologis yang stabil maka dombos dapat dikategorikan sebagai galur lokal Wonosobo yang sudah mantap,” terang Denie.

Ia menerangkan, pada 1954, Indonesia mendatangkan domba Texel yang berasal dari Belanda sebanyak 500 ekor yang terdiri atas100 ekor jantan dan 400 ekor betina. Dari jumlah itu disebarkan ke 4 daerah antara lain Baturaden, Karang Anyar (Jawa Tengah), Cikole (Jawa Barat), dan Rembang (Jawa Timur). “Setiap daerah mendapatkan 100 betina dan 25 jantan,” jelas Denie.

Ke 4 daerah tersebut ternyata tidak berhasil mengembangbiakkan domba Texel karena sulit dikawinkan. Lalu, pemerintah daerah di Baturraden mengirimkan 5 ekor domba Texel ke Wonosobo pada 1957. Semenjak itu, domba Texel disilangkan dengan domba lokal Wonosobo sampai terlahir keturunan ke-5(F5) yang kini ditetapkan sebagai dombos. “Keberhasilan pengembangbiakan di Wonosobo bisa jadi dikarenakan kondisi alam yang tidak terlalu jauh berbeda dengan tempat asal domba Texel. Juga masyarakat Wonosobo yang sudah terbiasa memelihara domba,” katanya.

Jika dirunut persilangannya, Texel jantan dikawinkan dengan DET betina. Maka keluar F1 yang memiliki fenotipe domba texel sebesar 50% dan DET sebesar 50%. Kemudian F1 jantan dikawinkan dengan F1 betina, perlakuan tersebut diulang terus menerus hingga lebih dari F3 dan sampai mengarah ke fenotipe sebesar 85% domba Texel sehingga berpotensi sebagai domba pedaging. “Kini keturunan dombos sudah sampai diatas generasi ke-6 dan 7sehingga pemerintah menetapkan galur ini karena sifatnya stabil baik secara kualitatif maupun kuantitatif,” tutur Denie.

Adapun perkawinan dombos kebanyakan dilakukan secara alami meskipun ada pula yang di IB (Inseminasi Buatan).1 ekor pejantan dapat membuahi 13 ekor betina, untuk sekali waktu perkawinan alami.

Bila domba lokal lain dapat beranak setahun sekali, berbeda dengan dombos yang dapat beranak lebih dari setahun. “Dewasa kelamin dombos kebanyakan di 6 – 7 bulan, namun perkawinan baru bisa dilakukan di atas umur 1 tahun,” terang Denie. Sementara produktivitasnya mencapai umur 5 – 6 tahun.

 

Sumber: https://www.trobos.com/detail_berita.php?sid=5684&sir=8

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Provinsi Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset