Mengoptimalkan Peran Peternakan untuk Kesejahteraan Global di Tengah Tantangan Perubahan Iklim
- 01 April 2024, 10:58 WIB
- /
- Dilihat 8818 kali
- /
- humaspkh
Di tengah gemuruh aktivitas kota besar, tersembunyi sebuah keberhasilan yang tak terbantahkan: peran penting produk dan layanan peternakan dalam memastikan kesejahteraan manusia. Peternakan tidak hanya menjadi pilar penting dalam menyediakan 33% protein global dan 17% kalori yang diperlukan oleh populasi dunia, tetapi juga menjadi tulang punggung bagi ekonomi dengan menyumbang hampir 40% dari total produk domestik bruto pertanian di seluruh dunia.
Namun, keberhasilan ini bukan hanya terbatas pada angka statistik. Di balik data tersebut, peternakan membuka pintu bagi peluang-peluang baru, terutama bagi masyarakat pedesaan yang sering kali terpinggirkan. Sebagai penyedia utama pangan, peternakan bukan hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga menjadi sumber pendapatan bagi penduduk negara berkembang.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia dan peningkatan pendapatan menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan terus berkembang pesat. Dalam dinamika ini, peternakan menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan yang berkualitas dan terjangkau.
Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu yang terpencil; ia telah menancapkan diri dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ranah produksi peternakan. Naiknya suhu global, variasi ekstrem dalam pola hujan, dan peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi ancaman nyata bagi kinerja peternakan di banyak wilayah. Masa depan peternakan diprediksi akan semakin terpengaruh oleh dampak-dampak negatif ini.
Namun, tantangan itu tidak berhenti di situ. Peternakan sendiri juga menjadi kontributor utama dari gas-gas rumah kaca, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan lahan dan produksi pakan. Di tingkat global, sekitar 14,5% dari total emisi gas rumah kaca berasal dari aktivitas peternakan, membentuk bagian penting dari apa yang disebut sebagai emisi antropogenik.
Kini, di tengah interaksi yang semakin intens antara perubahan iklim dan kebutuhan akan produksi peternakan yang terus meningkat, muncul tantangan baru: bagaimana meningkatkan produksi sambil mengurangi dampak negatif terhadap iklim. Dalam agenda ini, menurunkan emisi gas rumah kaca menjadi prioritas utama.
Maka dari itu, pemahaman mendalam mengenai dampak perubahan iklim terhadap produksi peternakan, serta upaya mitigasi yang efektif, menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ini. Hanya dengan pemahaman yang komprehensif dan tindakan yang tepat, kita dapat membawa industri peternakan ke arah yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Langkah-langkah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor peternakan merupakan langkah krusial dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Intensitas emisi yang beragam antar wilayah menjadi poin penting dalam menentukan potensi mitigasi. Dalam kesenjangan antara praktik-praktik pengelolaan dengan tingkat emisi tertinggi dan terendah, terletak kunci untuk mengurangi dampak negatif.
Para peneliti optimistis bahwa potensi pengurangan emisi dari sektor peternakan mencapai angka signifikan, yakni sekitar 30%. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, produsen harus mengadopsi praktik-praktik terbaik yang telah teruji dalam wilayah dengan iklim tertentu. Mereka dapat belajar dari 10% produsen teratas yang telah berhasil mengurangi intensitas emisi secara drastis.
Ada empat tindakan mitigasi yang menjadi fokus dalam upaya mengurangi emisi GRK dari peternakan. Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi sektor peternakan.
1. Optimasi Pengelolaan Lahan untuk Mengurangi Dampak Peternakan
Pengelolaan sumber daya lahan menjadi kunci dalam upaya mitigasi dampak peternakan terhadap lingkungan. Thornton dkk pada tahun 2010 memperkirakan bahwa potensi mitigasi maksimum dari pengelolaan ternak dan padang rumput dapat mencapai sekitar 7% dari potensi mitigasi global peternakan hingga tahun 2030. Strategi untuk mencapai hal ini termasuk penerapan padang rumput yang lebih efektif, meningkatkan intensifikasi pola makan ternak, memperbaharui bibit ternak, mengurangi tingkat penebaran, dan mengelola intensitas penggembalaan.
Temuan dari Havlik dkk pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pengurangan emisi yang signifikan dapat dicapai dengan mengalihkan ke sistem peternakan yang lebih efisien, tanpa harus menghabiskan banyak lahan tambahan.
Pentingnya kebijakan mitigasi yang menargetkan perubahan dalam penggunaan lahan menjadi semakin jelas, dengan efisiensi yang jauh lebih tinggi, yakni 5–10 kali lipat dibandingkan dengan kebijakan yang hanya berfokus pada emisi langsung dari peternakan.
Mitigasi juga dapat dicapai melalui praktik penggunaan lahan lainnya yang berhubungan dengan penyerapan karbon, terutama dalam konteks produksi pangan. Tindakan seperti penggunaan pengolahan tanah konservasi, penanaman tanaman dengan hasil yang lebih produktif, pengurangan deforestasi, konversi lahan pertanian menjadi padang rumput, dan perbaikan spesies rumput menjadi langkah-langkah konkrit dalam memperbaiki keseimbangan ekologi.
2. Mengelola Fermentasi di Dalam Lambung
Peternakan, yang mencakup sekitar 26% lahan di seluruh dunia, memainkan peran penting dalam rantai makanan global. Namun, sebagian besar lahan ini digunakan untuk memproduksi pakan ternak. Di balik produksi pakan ini, tersembunyi sumber emisi utama: fermentasi enterik dari hewan ternak ruminansia, seperti sapi dan domba.
Namun, ada harapan. Dengan manajemen pola makan yang cerdas dan manipulasi genetika, kita dapat mengurangi jejak karbon dari ternak. Strategi nutrisi yang canggih, seperti meningkatkan kecernaan hijauan, telah terbukti dapat mengurangi emisi metana enterik sebesar 2,5–15% per unit susu yang diproduksi.
Lebih lanjut, dengan menggabungkan pendekatan genetik dengan manajemen pakan yang cermat, pengurangan emisi metana bisa lebih signifikan lagi. Berbagai bahan tambahan dan suplemen pakan, mulai dari antibiotik hingga lipid, telah terbukti efektif dalam menurunkan tingkat emisi metana dari ternak.
Dengan langkah-langkah inovatif ini, kita dapat mengubah cara peternakan berkontribusi terhadap perubahan iklim, membuka jalan menuju sistem peternakan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
3. Mengubah Kotoran Menjadi Solusi Energi
Kotoran ternak, selain dari mengotori lingkungan, juga menjadi sumber emisi gas rumah kaca seperti nitrogen oksida dan metana. Namun, terobosan dalam manajemen limbah ternak menawarkan solusi inovatif untuk mengurangi jejak karbon dari peternakan.
Dengan melakukan perubahan pada cara kita menyimpan dan menangani kotoran ternak, kita dapat mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan. Pendekatan seperti mengurangi durasi penyimpanan, menjaga suhu penyimpanan tetap rendah, serta memisahkan kotoran padat dan cair, dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.
Melalui proses pencernaan anaerobik, di mana mikroorganisme memecah kotoran tanpa adanya oksigen, kita bisa menghasilkan biogas yang terdiri dari metana dan karbon dioksida. Biogas ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk menghasilkan panas atau listrik, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang merusak lingkungan.
Pengolahan anaerobik juga memiliki dampak positif lainnya, yakni mengubah komposisi emisi dari nitrogen oksida dan metana menjadi kombinasi karbon dioksida dan metana, yang lebih ramah lingkungan.
Dengan mengadopsi teknologi ini, kita dapat mencapai pengurangan emisi gas rumah kaca hingga lebih dari 30% dibandingkan dengan metode pengolahan kotoran ternak konvensional. Selain itu, penyesuaian pola makan hewan juga dapat memainkan peran penting dalam mengubah volume dan komposisi kotoran, membawa kita satu langkah lebih dekat menuju peternakan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
4. Inovasi dalam Manajemen Pupuk: Menuju Produksi Pakan yang Lebih Ramah Lingkungan
Penggunaan pupuk dalam produksi tanaman pakan telah menjadi salah satu penyebab emisi nitrogen oksida yang signifikan. Untuk mengurangi dampaknya, strategi mitigasi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen telah dikembangkan. Langkah-langkah ini mencakup pemanfaatan nitrogen yang dilepaskan, penerapan presisi, penggunaan pupuk organik, pemuliaan tanaman, modifikasi genetik, dan bahkan perubahan pada jenis tanaman yang ditanam.
Namun, menilai potensi mitigasi dari peningkatan efisiensi pupuk dalam produksi pakan ternak bukanlah hal yang sederhana. Ini merupakan area yang kompleks dan masih perlu diteliti lebih lanjut untuk memahami dampaknya secara menyeluruh.
Selain itu, ada praktik lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi yang berasal dari produksi pakan. Salah satunya adalah dengan mengubah jenis pakan yang diberikan kepada ternak.
Salah satu inovasi yang menarik adalah potensi penggunaan protein mikroba sebagai pengganti pakan. Pendekatan ini bisa menggantikan sebagian besar kebutuhan protein ternak yang sebelumnya diperoleh dari tanaman konvensional. Selain membantu memenuhi kebutuhan pakan ternak, penggunaan protein mikroba juga dapat menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian sebesar 7%. Dengan terus mengembangkan dan mengadopsi teknologi-teknologi inovatif seperti ini, kita dapat memperbaiki dampak lingkungan dari praktik-praktik peternakan kita.
Kesimpulan
Sektor peternakan merupakan salah satu pilar penting dalam ekonomi, namun juga menjadi salah satu penyumbang utama emisi gas rumah kaca (GRK). Tantangan ini harus ditanggulangi dengan tindakan yang tepat dan segera, mengingat konsekuensi bencana yang dapat timbul di masa depan jika tidak diatasi.
Pemerintah memegang peran penting dalam meningkatkan penerapan teknologi mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dari peternakan. Namun, upaya ini tidak hanya tugas pemerintah semata. Para peternak juga memiliki tanggung jawab dalam menurunkan emisi GRK dengan melakukan budidaya ternak yang lebih baik, menggunakan bibit unggul, dan pakan berkualitas. Langkah-langkah seperti pengomposan kotoran untuk pupuk dan produksi biogas juga merupakan bagian penting dari upaya mitigasi GRK.
Diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah, peternak, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk menjalankan program mitigasi ini secara terencana dan berkelanjutan. Dengan upaya bersama dan kesadaran akan pentingnya mengurangi emisi GRK, kita dapat menuju masa depan yang lebih berkelanjutan bagi sektor peternakan dan lingkungan hidup.
Drh. Pudjiatmoko, Ph.D.
Medik Veteriner Ahli Utama
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan