• 07 Februari 2014, 08:08 WIB
• /
• Dilihat 1318 kali

Mataram - Permasalahan tingginya harga daging saat ini masih belum bisa ditekan meski impor sapi siap potong telah dibuka oleh Kementerian Perdagangan. Hal ini yang menjadi pertanyaan besar, apakah tingginya harga daging tersebut dikarenakan memang kelangkaan pasokan di lapangan ataukah ketergantungan impor kita yang masih tinggi? Hal tersebut menjadi diskusi menarik pada simposium nasional peluang dan tantangan program swasembada daging sapi 2014 yang diadakan dalam rangka HUT ke 47 dan lustrum ke IX Fakultas Peternakan Universitas Mataram yang dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat dan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mewakili Menteri Pertanian.

Gubernur NTB Zainul Majdi yang hadir pada kesempatan tersebut menyampaikan dalam sambutannya bahwa, peternakan menjadi sektor utama peningkatan ekonomi dimasyarakat provinsi NTB. Terbukti dengan dijadikannya program Bumi Sejuta Sapi sebagai salah satu program unggulan provinsi tersebut. "Peternakan sudah menjadi budaya di masyarakat Nusa Tenggara Barat ini", ungkapnya.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro melihat peluang ternak-ternak lokal di NTB, mampu bersaing secara harga dengan cara meningkatkan pengeluaran dalam bentuk daging (meat box) dan mengurangi pengeluaran dalam bentuk ternak hidup. Permasalahan transportasi saat ini menyebabkan pengeluaran ternak hidup memerlukan biaya yang tinggi, belum lagi tingkat kesusutan bobot badan dan resiko dalam perjalanan.

Direktorat Jenderal PKH pada tahun 2014 menganggarkan sebesar 62,5 miliar untuk revitalisasi Rumah Potong Hewan yang tersebar di 23 RPH Kab/Kota secara nasional. Untuk Provinsi NTB saja pada tahun 2014 program revitalisasi RPH tersebar di Kabupaten Bima, Lombok Tengah dan Sumbawa Barat dan Kota Bima, Kabupaten Dompu, Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Barat dan Kota Sumbawa pada tahun 2013.

(Ismatullah Salim, S.Pt dan Titik Triary Wijaksani, S.Pt – Subbag Kerjasama dan Humas, Ditjen PKH)