Mengurangi Bau Anyir Daging Itik

  • 09 Februari 2015, 09:45 WIB
  • /
  • Dilihat 4256 kali

Di masa lalu, produk itik yang populer di kalangan konsumen Indonesia adalah telurnya. Kini, daging itik juga sedang berpacu merebut hati konsumen. Sudah mulai eksis di pasar, namun masih jauh di belakang dominasi daging ayam.

Ada beberapa kendala yang menyebabkan pemasaran daging itik dan produknya belum dapat menyaingi daging ayam. Di antaranya yang paling utama adalah karena mengeluarkan bau tidak enak atau anyir (off-odor). Selain itu, daging itik memiliki tekstur yang alot dan warna dagingnya merah.

P. Matitaputty dari BPPT Maluku dan T. Susanti dari Balai Penelitian Ternak, Bogor dalam suatu tinjauan literatur mereka mengenai off-odor daging itik menyatakan bahwa dari ketiga kekurangan itu, yang paling tidak disukai konsumen adalah aroma yang anyir.

Ada berbagai cara lokal atau tradisional yang dilakukan peternak ataupun pengola untuk memperbaiki citarasa olahan daging itik. Yakni menekan ketajaman bau anyir agar lebih berterima di kalangan konsumen. Di antaranya adalah mencekoki itik dengan bahan tertentu sebelum itik dipotong. Dari segi kesejahteraan ternak, cara mencekoki ini tidak dianjurkan. Cara lain yang banyak dilakukan ialah pengolahan daging itik yang sarat dengan penambahan bumbu-bumbu khusus.

Bau menyimpang yang terpancar dari daging itik berasal dari proses oksidasi lemak yang terkandung. Dijelaskan, lemak pada daging unggas sebagian besar menumpuk di subkutan, tidak banyak tersebar ke jaringan daging. Dibanding daging yang tersusun dari serabut putih seperti daging ayam, daging merah yang didominasi serabut merah mengandung lebih banyak lemak. Pada daging itik, kandungan lemak berkisar 2,7-6,8%.

Yang menjadi sumber masalah ialah komposisi lemaknya yang didominasi asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Asam lemak tak jenuh mudah mengalami auto-oksidasi yang menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas mengakibatkan timbulnya senyawa-senyawa peroksida yang kemudian mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi menghasilkan senyawa-senyawa berbau khas dan tajam, di antaranya aldehida, alkohol, keton, asam karboksilat, dan hidrokarbon.

Kalangan ilmuwan melihat peluang mengatasi bau tidak enak daging itik dengan mencegah atau mengurang oksidasi lipid ALTJ. Caranya ialah menggunakan zat antioksidan, alami ataupun sintesis, yang dapat diberikan pada itik dengan mencampurkan pada pakan.

Salah satu sumber alami zat antioksidan yang mudah dan mudah didapat ialah daun beluntas. Tanaman ini mengandung beberapa jenis antioksidan seperti kelompok flavonoid, vitamin C dan betakaroten (pro-vitamin A). Flavonoid bersifat mengikat (chelate) logam dan menangkap oksigen radikal dan radikal bebas, atau sebagai pembersih (scavenger). Juga berfungsi menonaktifkan atau menghambat kerja enzim prooksidan seperti lipxygenase dan myeloperoksidase.

Percobaan yang dilakukan Rukmiasih (2011) menggunakan ransum komersial yang diberi tepung daun beluntas dengan kadar 1 dan 2% pada itik betina tua dapat mengurangi bau anyir dagingnya. Flavonoid fenol daun beluntas mampu mencegah oksidasi pada ALTJ linoleat. Intensitas bau amis yang terdeteksi panelis nyata lebin rendah dibanding kontrol. Daging itik bersama kulitnya yang diberi pakan campur beluntas lebih disukai dibanding kontrol (yang tidak diberi beluntas).

Jenis antioksidan yang juga sudah dicoba sejumlah peneliti adalah vitamin E. Kinerjanya lebih tinggi bila disinergikan dengan antioksidan lain yakni vitamin C dan vitamin A. Aplikasinya telah diteliti oleh Randa (2007) terhadap itik jenis Cihateup yang diberi perlakuan ransum mengandung minyak kelapa sehingga intensitas off-odor dagingnya paling tinggi. Suplementasi ransum dengan antioksidan vitamin C 250 mg/kg, vitamin A 20.000 IU/kg dan vitamin E jenis d-a tokoferil-asetat 400 IU/kg menghasilkan tingkat off-odor yang rendah.

Purba dkk (2010) telah mencoba sinergisme vitamin E 400 IU + santoquin 150 ppm dan vitamin E 400 IU + vitamin C 250 mg, masing-masing dalam suplementasi terhadap ransum itik lokal jantan yang mengandung tepung ikan pada kadar rendah maupun tinggi. Hasilnya, pada daging itik rebus komposisi ALTJ lebih tinggi yang berarti tidak terjadi reaksi oksidasi lipid. Kedua kombinasi antioksidan itu bersinergi menghambat reaksi oksidasi lipid sehingga menekan off-odor daging itik. Keduanya efektif mempertahankan kestabilan lemak maupun asam-asam lemak pada daging itik.

 

Sumber : https://tabloidsinartani.com/content/read/mengurangi-bau-anyir-daging-itik/

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No.3
Gedung C Lt 6 - 9, Ragunan, Kec. Pasar Minggu,
Kota Jakarta Selatan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset