Feed Wafer vs Feed Burger

  • 22 September 2011, 12:51 WIB
  • /
  • Dilihat 9134 kali

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak. Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita tahu secara tepat nilai guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula untuk mengelolanya, agar lebih bermanfaat. Kendala utama dari pemanfaatan rumput dan atau limbah pertanian antara lain adalah pengangkutan, karena pada umumnya rumput atau limbah pertanian membutuhkan tempat yang luas untuk setiap satuan beratnya. Dengan penerapan teknologi pengolahan pakan seperti pencacahan rumput dan atau limbah pertanian yang diolah menjadi Roti /Wafer dan Burger untuk ternak dapat meningkatkan kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangkutan.

Wafer Pakan (Feed Wafer)
Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau. Stevent (1981) dan Coleman and Lawrence (2000) menjelaskan keuntungan wafer adalah:

1. Meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan,
2. Mengurangi tempat penyimpanan,
3. Menekan biaya transportasi,
4. Memudahkan penanganan dan penyajian pakan,
5. Densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer,
6. Mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun pakan sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar,
7. Memudahkan untuk mengontrol, memonitor, dan mengatur “feed intake” ternak,
8. Kandungan nutrient yang konsisten dan terjamin,
9. Mengurangi debu dan masalah pernafasan pada ternak.



Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

1. pemberian kepada ternak harus disesuaikan dengan kebutuhan agar ternak tidak mengalami kelebihan berat badan maupun gangguan pencernaan;
2. gudang penyimpanan wafer memerlukan area dan penanganan khusus untuk menghindari kelembaban udara;
3. pengolahan bahan pakan menjadi wafer membutuhkan biaya tambahan yang akan mempengaruhi biaya produksi.



Bahan-bahan untuk membuat wafer ternak bisa berasal dari hijauan dan atau limbah pertanian 40 %, leguminosa 10%, konsentrat 40%, bahan perekat 10%. Salah satu contoh konsentrat yang dapat dipakai terdiri dari dedak padi (bekatul) 27,50%, jagung giling halus 52,50%,bungkil kelapa 18,75%, dan garam dapur 1,25%. Sedangkan peralatan yang diperlukan adalah pemotong /chooper, alat pengepres, alat pemanas, cetakan dengan ukuran (35x35x1,5) cm. 

Cara pembuatan pakan wafer ternak adalah sebagai berikut:

1. Rumput dan limbah pertanian dicacah, dengan ukuran 3-5 cm. Tujuannya untuk mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam pencampuran dengan bahan perekat.
2. Rumput dan limbah pertanian yang sudah dicacah dan leguminosa dikeringkan dibawah sinar matahari (+ 24 jam).
3. Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling.
4. Rumput dan atau limbah pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat sampai rata, kemudian ditambahkan leguminosa yang telah digiling dan konsentrat dan diaduk sampai homogen.
5. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam cetakan (mall) yang telah dipanaskan untuk dipadatkan.
6. Kemudian dikeluarkan dari cetakan dan dibiarkan selama + 24 jam pada suhu kamar.



Kualitas wafer pakan ternak tergantung dari bentuk fisik, tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Bentuk fisik wafer yang padat dan kompak sangat menguntungkan, karena mempermudah dalaam penyimpanan dan penanganan. Tekstur menentukan mudah tidaknya menjadi lunak dan mempertahankan bentuk fisik serta kerenyahan. Warna wafer sebagai hasil reaksi karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amino primer menyebabkan roti sapi berwarna coklat dengan aroma khas karamel. Kerapatan roti yang semakin tinggi maka pertambahan airnya semakin rendah.

Feed Burger (Burger Pakan)
Sama halnya seperti manusia, sapi atau kambing pun ternyata juga doyan burger. Sejumlah peneliti di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dibawah bimbingan Prof. Dr Ali Agus, DEA , pada tahun lalu membuat makanan siap saji yang kandungan nutrisinya lengkap untuk hewan ternak itu. Dilatarbelakangi oleh bencana meletusnya gunung merapi yang mengakibatkan ribuan ternak kehilangan sumber pakannya, burger pakan menjadi solusi praktis dan efektif. Agar ternak bisa tetap hidup, maka pakan mutlak disediakan, karena dalam kondisi bencana, rumput atau bahan pakan lain sangat sulit didapat. Disebabkan kompleksnya permasalahan yang ada, maka muncullah ide bagaimana merekayasa pakan yang ada, dalam jumlah yang cukup, kandungan nutrisi cukup dan tersedia awet selama masa pengungsian.

Burger pakan sapi ini merupakan campuran dari berbagai bahan yang diramu sehingga kandungan nutrisinya mencukupi kebutuhan ternak dan tidak perlu tambahan bahan pakan lain termasuk hijauan kecuali air minum. Bahannya dari jerami, dedak, tetes tebu, dan mikrobia. Konon, jerami padi, jagung, atau rumput kaya serat. Dedak gandum atau padi merupakan sumber protein penghasil energi. Adapun tetes tebu dan bakteri mikrobia cair berfungsi dalam proses fermentasi. Tetes tebu menimbulkan aroma yang menarik. Sehingga sekali telan, nutriennya sudah lengkap, seperti burger.

Tim peneliti dari UGM tersebut membuat burger pakan untuk sapi dengan bahan baku utama dari jerami padi (70%), dedak gandum atau pollard (20%), molase dan larutan mikroba (10%) untuk membantu proses fermentasi. 

Cara membuat burger pakan ternak adalah sebagai berikut:

1. Keringkan jerami lalu guyur dengan tetes tebu yang berwarna cokelat tua.
2. Aduk jerami dengan dibolak-balik agar bercampur.
3. Siram lagi dengan cairan mikrobia yang berwarna kuning kecokelatan seperti urine.
4. Setelah rata, masukkan ke plastik ukuran 15 kilogram. Setiap sekitar 5 cm disisipi dengan dedak. Begitu seterusnya.
5. Sebelum kantong plastik ditutup, sedot udara dengan vakum. Ikat dengan kencang.
6. Masukkan lagi ke kantong plastik kedua untuk memastikan tak ada yang bocor.
7. Biarkan dua hari. Proses fermentasi berlangsung. Burger siap disajikan.



Kelebihan dari burger pakan ternak ini adalah bisa bertahan 6 bulan, bahan-bahannya sederhana, proses pembuatan sederhana, tidak memerlukan mesin, dan biaya pembuatannya relatif murah. Namun begitu ada juga kekurangannya, yaitu dalam proses pembuatannya memerlukan mikrobia yang tidak mudah didapatkan secara umum, dan dalam penyajiannya, setelah kantong plastik dibuka maka makanan harus habis pada hari yang sama.

Persamaan feed wafer dan feed burger adalah:

1. Keduanya complete feed , campuran dari berbagai bahan yang mudah didapat
2. Kandungan nutrien konsisten dan terjamin
3. Bahan pakan yang dipakai untuk membuat keduanya hampir sama
4. Keduanya memerlukan waktu yang relatif sama dari proses pembuatan hingga disajikan yaitu ±2 hari
5. Keduanya awet untuk jangka waktu lebih lama.
6. Mudah dalam penanganan dan penyajian



Sedangkan perbedaan feed wafer dan feed burger:

Perbedaan Feed Wafer Feed Burger
Alat/Mesin Membutuhkan alat/mesin khusus untuk membuatnya Tidak membutuhkan mesin khusus
Bahan 1. Syaratnya teksturnya harus lebih halus agar ketika di mix dengan bahan lain, hasil adonannya bisa homogeny
2. Tidak memerlukan mikrobia/bakteri fermentor
1. Tekstur bahan pakan bisa kasar ataupun halus
2. Memerlukan mikrobia untuk proses fermentasi
Proses Suhu Kamar Anaerob
Tipe Pengawetan Kering Pengawetan basah yang memanfaatkan mikrobia
Hasil Cenderung Kering Basah
Modal Memerlukan dana lebih besar karena membutuhkan alat/mesin pencetak khusus Lebih murah



Baik wafer pakan ataupun burger pakan kedua-duanya merupakan salah satu bentuk teknologi pakan yang praktis, efisien, serta relatif mudah dikerjakan. Keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Namun begitu tingkat palatabilitas keduanya pada ternak tidak perlu diragukan. Nah bagaimana, ada yang ingin mencoba juga?Atau punya ide teknologi pengolahan pakan yang lain?

Penulis : Elly Dianita Sari, S.Pt (Subdit Pakan Olahan – Direktorat Pakan Ternak)
(*kutipan dari berbagai sumber di internet, yahoonews, etc)

Logo

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai 6 - 9, Ragunan
Kecamatan Pasar Minggu Kota Jakarta Selatan
Provinsi Daerah Khusus Jakarta 12550

Tlp: (021) 7815580 - 83, 7847319
Fax: (021) 7815583

[email protected]
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/

Tetaplah Terhubung

Mari jalin silaturahmi dengan mengikuti akun sosial media kami

Copyright © 2021 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian - All Rights Reserved

Aksesibilitas

Kontras
Saturasi
Pembaca Layar
D
Ramah Disleksia
Perbesar Teks
Jarak Huruf
Jarak Baris
Perataan Teks
Jeda Animasi
Kursor
Reset